Minggu, 01 Mei 2011

Transfusi darah

Transfusi darah 
DEFINISI 
transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). 

transfusi diberikan untuk: 
- meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen 
- memperbaiki volume darah tubuh 
- memperbaiki kekebalan 
- memperbaiki masalah pembekuan. 

tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah lengkap atau komponen darah (misalnya sel darah merah, trombosit, faktor pembekuan, plasma segar yang dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah putih). 
jika memungkinkan, akan lebih baik jika transfusi yang diberikan hanya terdiri dari komponen darah yang diperlukan oleh resipien. 

memberikan komponen tertentu lebih aman dan tidak boros. 

teknik penyaringan darah sekarang ini sudah jauh lebih baik, sehingga transfusi lebih aman dibandingkan sebelumnya. 
tetapi masih ditemukan adanya resiko untuk resipien, seperti reaksi alergi dan infeksi. 
meskipun kemungkinan terkena aids atau hepatitis melalui transfusi sudah kecil, tetapi harus tetap waspada akan resiko ini dan sebaiknya transfusi hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain. 


pengumpulan & penggolongan darah. 

penyumbang darah (donor) disaring keadaan kesehatannya. 
denyut nadi, tekanan darah dan suhu tubuhnya diukur, dan contoh darahnya diperiksa untuk mengetahui adanya anemia. 

ditanyakan apakah pernah atau sedang menderita keadaan tertentu yang menyebabkan darah mereka tidak memenuhi syarat untuk disumbangkan. 
keadaan tersebut adalah hepatitis, penyakit jantung, kanker (kecuali bentuk tertentu misalnya kanker kulit yang terlokalisasi), asma yang berat, malaria, kelainan perdarahan, aids dan kemungkinan tercemar oleh virus aids. 

hepatitis, kehamilan, pembedahan mayor yang baru saja dijalani, tekanan darah tinggi yang tidak terkendali, tekanan darah rendah, anemia atau pemakaian obat tertentu; untuk sementara waktu bisa menyebabkan tidak terpenuhinya syarat untuk menyumbangkan darah. 

biasanya donor tidak diperbolehkan menyumbangkan darahnya lebih dari 1 kali setiap 2 bulan. 

untuk yang memenuhi syarat, menyumbangkan darah adalah aman. 
keseluruhan proses membutuhkan waktu sekitar 1 jam, pengambilan darahnya sendiri hanya membutuhkan waktu 10 menit. 
biasanya ada sedikit rasa nyeri pada saat jarum dimasukkan, tetapi setelah itu rasa nyeri akan hilang. 

standard unit pengambilan darah hanya sekitar 0,48 liter. 
darah segar yang diambil disimpan dalam kantong plastik yang sudah mengandung bahan pengawet dan komponen anti pembekuan. 

sejumlah kecil contoh darah dari penyumbang diperiksa untuk mencari adanya penyakit infeksi seperti aids, hepatitis virus dan sifilis. 
darah yang didinginkan dapat digunakan dalam waktu selama 42 hari. 
pada keadaan tertentu, (misalnya untuk mengawetkan golongan darah yang jarang), sel darah merah bisa dibekukan dan disimpan sampai selama 10 tahun. 

karena transfusi darah yang tidak cocok dengan resipien dapat berbahaya, maka darah yang disumbangkan, secara rutin digolongkan berdasarkan jenisnya; apakah golongan a, b, ab atau o dan rh-positif atau rh-negatif. 
sebagai tindakan pencegahan berikutnya, sebelum memulai transfusi, pemeriksa mencampurkan setetes darah donor dengan darah resipien untuk memastikan keduanya cocok: teknik ini disebut cross-matching. 


darah & komponen darah. 

seseorang yang membutuhkan sejumlah besar darah dalam waktu yang segera (misalnya karena perdarahan hebat), bisa menerima darah lengkap untuk membantu memperbaiki volume cairan dan sirkulasinya. 
darah lengkap juga bisa diberikan jika komponen darah yang diperlukan tidak dapat diberikan secara terpisah. 

komponen darah yang paling sering ditransfusikan adalah packed red blood cells (prc), yang bisa memperbaiki kapasitas pengangkut oksigen dalam darah. 
komponen ini bisa diberikan kepada seseorang yang mengalami perdarahan atau penderita anemia berat. 
yang jauh lebih mahal daripada prc adalah frozen-thawed red blood cells, yang biasanya dicadangkan untuk transfusi golongan darah yang jarang. 

beberapa orang yang membutuhkan darah mengalami alergi terhadap darah donor. 
jika obat tidak dapat mencegah reaksi alergi ini, maka harus diberikan sel darah merah yang sudah dicuci. 

jumlah trombosit yang terlalu sedikit (trombositopenia) bisa menyebabkan perdarahan spontan dan hebat. 
transfusi trombosit bisa memperbaiki kemampuan pembekuan darah. 

faktor pembekuan darah adalah protein plasma yang secara normal bekerja dengan trombosit untuk membantu membekunya darah. 
tanpa pembekuan, perdarahan karena suatu cedera tidak akan berhenti. 
faktor pembekuan darah yang pekat bisa diberikan kepada penderita kelainan perdarahan bawaan, seperti hemofilia atau penyakit von willebrand. 

plasma juga merupakan sumber dari faktro pembekuan darah. 
plasma segar yang dibekukan digunakan pada kelainan perdarahan, dimana tidak diketahui faktor pembekuan mana yang hilang atau jika tidak dapat diberikan faktor pembekuan darah yang pekat. 
plasma segar yang dibekukan juga digunakan pada perdarahan yang disebabkan oleh pembentukan protein faktor pembekuan yang tidak memadai, yang merupakan akibat dari kegagalan hati. 

meskipun jarang, sel darah putih ditransfusikan untuk mengobati infeksi yang mengancam nyawa penderita yang jumlah sel darah putihnya sangat berkurang atau penderita yang sel darah putihnya tidak berfungsi secara normal. 
pada keadaan ini biasanya digunakan antibiotik. 

antibodi (imunoglobulin), yang merupakan komponen darah untuk melawan penyakit, juga kadang diberikan untuk membangun kekebalan pada orang-orang yang telah terpapar oleh penyakit infeksi (misalnya cacar air atau hepatitis) atau pada orang yang kadar antibodinya rendah. 


prosedur donor darah khusus. 

pada transfusi tradisional, seorang donor menyumbangkan darah lengkap dan seorang resipien menerimanya. 
tetapi konsep ini menjadi luas. 

tergantung kepada keadaan, resipien bisa hanya menerima sel dari darah, atau hanya menerima faktor pembekuan atau hanya menerima beberapa komponen darah lainnya. 
transfusi dari komponen darah tertentu memungkinkan dilakukannya pengobatan yang khusus, mengurangi resiko terjadinya efek samping dan bisa secara efisien menggunakan komponen yang berbeda dari 1 unit darah untuk mengobati beberapa penderita. 

pada keadaan tertentu, resipien bisa menerima darah lengkapnya sendiri (transfusi autolog). 

aferesis. 

pada aferesis, seorang donor hanya memberikan komponen darah tertentu yang diperlukan oleh resipien. 

jika resipien membutuhkan trombosit, darah lengkap diambil dari donor dan sebuah mesin akan memisahkan darah menjadi komponen-komponennya, secara selektif memisahkan trombosit dan mengembalikan sisa darah ke donor. 

karena sebagian besar darah kembali ke donor, maka donor dengan aman bisa memberikan trombositnya sebanyak 8-10 kali dalam 1 kali prosedur ini. 

transfusi autolog. 

transfusi darah yang paling aman adalah dimana donor juga berlaku sebagai resipien, karena hal ini menghilangkan resiko terjadi ketidakcocokan dan penyakit yang ditularkan melalui darah. 

kadang jika seorang pasien mengalami perdarahan atau menjalani pembedahan, darah bisa dikumpulkan dan diberikan kembali. 
yang lebih sering terjadi adalah pasien menyumbangkan darah yang kemudian akan diberikan lagi dalam suatu transfusi. 
misalnya sebulan sebelum dilakukannya pembedahan, pasien menyumbangkan beberapa unit darahnya untuk ditransfusikan jika diperlukan selama atau sesudah pembedahan. 

donor terarah atau calon donor. 

anggota keluarga atau teman dapat menyumbangkan darahnya secara khusus satu sama lain, jika golongan darah resipien dan darah donor serta faktor rhnya cocok. 

pada beberapa resipien, dengan mengetahui donornya akan menimbulkan perasaan tenang, meskipun darah dari anggota keluarga atau teman belum pasti lebih aman dibandingkan dengan darah dari orang yang tidak dikenal. 

darah dari anggota keluarga diobati dengan penyinaran untuk mencegah penyakit graft-versus-host, yang meskipun jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi jika terdapat hubungan darah diantara donor dan resipien. 


tindakan pencegahan & reaksi. 

untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya reaksi selama transfusi, dilakukan beberapa tindakan pencegahan. 
setelah diperiksa ulang bahwa darah yang akan diberikan memang ditujukan untuk resipien yang akan menerima darah tersebut, petugas secara perlahan memberikan darah kepada resipien, biasanya selama 2 jam atau lebih untuk setiap unit darah. 

karena sebagian besar reaksi ketidakcocokan terjadi dalam15 menit pertama, , maka pada awal prosedur, resipien harus diawasi secara ketat. 
setelah itu, petugas dapat memeriksa setiap 30- 45 menit dan jika terjadi reaksi ketidakcocokan, maka transfusi harus dihentikan. 

sebagian besar transfusi adalah aman dan berhasil; tetapi reaksi ringan kadang bisa terjadi, sedangkan reaksi yang berat dan fatal jarang terjadi. 
reaksi yang paling sering terjadi adalah demam dan reaksi alergi (hipersensitivitas), yang terjadi sekitar 1-2% pada setiap transfusi. 

gejalanya berupa: 
- gatal-gatal 
- kemerahan 
- pembengkakan 
- pusing 
- demam 
- sakit kepala. 
gejala yang jarang terjadi adalah kesulitan pernafasan, bunyi mengi dan kejang otot. 
yang lebih jarang lagi adalah reaksi alergi yang cukup berat. 

walaupun dilakukan penggolongan dan cross-matching secara teliti, tetapi kesalahan masih mungkin terjadi sehingga sel darah merah yang didonorkan segera dihancurkan setelah ditransfusikan (reaksi hemolitik0. 
biasanya reaksi ini dimulai sebagai rasa tidak nyaman atau kecemasan selama atau segera setelah dilakukannya transfusi. 

kadang terjadi kesulitan bernafas, dada terasa sesak, kemerahan di wajah dan nyeri punggung yang hebat. 
meskipun sangat jarang terjadi, reaksi ini bisa menjadi lebih hebat dan bahkan bisa berakibat fatal. 

untuk memperkuat dugaan terjadinya reaksi hemolitik ini, dilakukan pemeriksaan untuk melihat apakah terdapat hemoglogin dalam darah dan air kemih penderita. 

resipien bisa mengalami kelebihan cairan. 
yang paling peka akan hal ini adalah resipien penderita penyakit jantung, sehingga transfusi dilakukan lebih lambat dan dipantau secara ketat. 

penyakit graft-versus-host merupakan komplikasi yang jarang terjadi, yang terutama mengenai orang-orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan karena obat atau penyakit. 
pada penyakit ini, jaringan resipien (host) diserang oleh sel darah putih donor (graft). 
gejalanya berupa demam, kemerahan, tekanan darah rendah, kerusakan jaringan dan syok. 
Informasi Penyebab,Gejala, Pengobatan, Diagnosis, Pencegahan dan lain lain hanya ada di medicastore.com

 



NAMA 
leukemia mielositik kronik 
DEFINISI 
leukemia mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, lmk) adalah suatu penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih)yang abnormal. 

penyakit ini bisa mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita; tetapi jarang ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun. 

sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam sumsum tulang, tetapi beberapa diantaranya dibuat di limpa dan hati. 
pada lmk, sel-selnya terdiri dari sel yang sangat muda sampai sel yang matang; sedangkan pada lma hanya ditemukan sel muda. 

granulosit leukemik cenderung menggeser sel-sel normal di dalam sumsum tulang dan seringkali menyebabkan terbentuknya sejumlah besar jaringan fibrosa yang menggantukan sumsum tulang yang normal. 

selama perjalanan penyakit ini, semakin banyak granulosit muda yang masuk ke dalam aliran darah dan sumsum tulang (fase akselerasi). 
pada fase tersebut, terjadi anemia dan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan proporsi sel darah putih muda (sel blast) meningkat secara dramatis. 

kadang granulosit leukemik mengalami lebih banyak perubahan dan penyakit berkembang menjadi krisis blast. 
pada krisis blast, sel stem yang ganas hanya menghasilkan granulosit muda saja, suatu pertanda bahwa penyakit semakin memburuk. 
pada saat ini kloroma (tumor yang berisi granulosit) bisa tumbuh di kulit, tulang, otak dan kelenjar getah bening. 
TINJAUAN PUSTAKA 
Diagnosis dan Penatalaksanaan Leukimia Nonlimfoblastik Akut pada Anak 
YULIATI 
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik, Medan 
________________________________________
RINGKASAN 
Leukemia nonlimfobalistik akut (LNLA) merupakan penyakit keganasan pada sel nonlimfoid, ditandai dengan proliferasi sel blas pada sumsum tulang dan kegagalan produksi sel darah normal. Meskipun insidennya rendah pada kelompok anak, akan tetapi karena angka kematiannya masih sangat tinggi, diperlukan pendekatan diagnosis yang teliti dan pengobatan yang adekuat. Gejala dan tanda klinik LNLA hampir sama dengan leukemia limfoblastik akut, yang menunjukkan manisfestasi pucat, demam atau infeksi dan perdarahan. Sebagian besar kasus LNLA dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dari aspirat sumsum tulang dengan pewarnaan Wright-Giemsa. Untuk diagnosis yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan sitokimia, sitogenetika, antibodi monoklonal dan biologi molekuler. French-American-British Cooperative Group membagi LNLA menjadi 8 subtipe berdasarkan pemeriksaan morfologi sel, sitokimia dan antibodi monoklonal. Diagnosis ditegakkan bila dijumpai sel blas (30% pada aspirat sumsum tulang. Tujuan pengobatan LNLA adalah untuk mencapai remisi jangka panjang. Diperlukan penatalaksanaan yang meliputi penatalaksanaan umum, tindakan terhadap berbagai faktor penyulit seperti demam atau infeksi, perdarahan, sindrom, tumor lisis dan lekostatis, serta pemberian kemoterapi. Protokol pemberian kemoterapi masih berbeda pada setiap institusi. Secara umum, obat pilihan pada fase induksi adalah gabungan sitosin arabinosid dan daunorubisin. Banyak penelitian dikembangkan untuk memperpanjang masa remisi komplit dan mengurangi komplikasi yang timbul pada fase induksi. Sampai saat ini kegagalan pengobatan masih sangat tinggi, dimana masa bebas penyakit hanya dapat dicapai pada 40% kasus LNLA. 
Pendahuluan 
Leukemia nonlimfoblastik akut (LNLA) merupakan penyakit keganasan yang bersifat klonal pada sistem pembentukan darah, ditandai dengan gangguan proliferasi sel blas pada sumsum tulang dan kegagalan produksi sel darah normal1-7. Nonlimfoblastik berarti berasal dari sel nonlimfoid dan akut menunjukkan lama perjalanan penyakit serta sangat rendahnya harapan hidup pada kasus yang tidak diobati4,5. Beberapa istilah yang sama digunakan untuk LNLA, yaitu leukemia mielogenous akut dan leukemia mieloid akut. French-American-British/FAB Cooperative Group menggunakan istilah leukemia mieloid akut8,9. 
Angka kejadian LNLA kira-kira 15--20% dari leukemia pada anak1,2,4-7,10-12 dan paling sering pada masa neonatal1,11,12 tanpa ada perbedaan jenis kelamin1,6,12. Perbandingan insiden LNLA dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) pada anak di bawah usia 15 tahun 1 : 46,12. LLA lebih sering terjadi pada anak-anak dan sebaliknya kejadian LNLA makin meningkat pada usia dewasa1,2,4,6,10,13. 
Meskipun penyebab pastinya belum diketahui1,2,4-7, beberapa faktor predisposisi untuk terjadinya LNLA sudah dapat dikenali. Di antaranya sindrom Down, anemia Fanconi1,2,6,7,11,12, sindrom Kostmann6,11,12,14, sindrom Bloom2,6,7,11,12, anemia Diamond-Blackfan6,11,12, sindrom mielodisplastik6, ataksia telangiektasis1,2, anemia aplastik sesudah terapi imunosupresif6,7, radiasi1,2,4,6,7,10-12, kontak dengan benzen6, dan obat-obatan ankylating agent1,2,4-7,11,12, atau epipodofilotoksin6,11,12. 
Selama 20 tahun terakhir ini kemampuan hidup anak penderita LNLA meningkat dari 10% menjadi 40% karena tingkat remisi komplit yang tinggi dan tingkat relaps yang rendah6,12. Pengetahuan dasar tentang biologi molekuler pada LNLA juga telah berkembang dan memberi penjelasan tentang biologi dan patogenesis LNLA3,10,12. 
Walaupun masa bebas penyakit dalam jangka panjang masih rendah, dengan panatalaksanaan yang optimal diharapkan dapat memberikan kesempatan hidup yang layak pada anak penderita LNLA. Oleh karena itu, penentuan klasifikasi dan diagnosis yang tepat akan menentukan keberhasilan pengobatan LNLA12,14. 
Tujuan tulisan ini adalah untuk memberikan uraian mengenai pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan leukemia nonlimfoblastik akut pada anak. 
Klasifikasi 
LNLA bisa terjadi pada fase manapun selama pembentukan sel darah, dari pluripotent stem cell sampai mieloblas, meskipun penghentian diferensiasi tersebut masih belum jelas1,2,5,12. Banyak metode yang digunakan untuk mengenali tipe LNLA, yaitu pemeriksaan morfologi sel dengan pewarnaan cara Wright-Giemsa5,13,14,15, cara Romanowsky1,2,12,15, sitokimia, karyotyping dengan sitogenetika, immunophenotyping dengan menggunakan antibodi monoklonal, dan genetika molekuler1,2,4,5,10,12. 
French-American-British (FAB) Cooperative Group membuat kalsifikasi LNLA berdasarkan morfologi sel, reaksi sitokimia dan antibodi monoklonal6,8-12,14. LNLA ditegakkan bila dijumpai blas ≥ 30% pada sediaan sumsum tulang1,2,4,5,10,12. 
Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium 
Meskipun tidak menonjol dibandingkan dengan LLA, gejala dan tanda klinis pada LNLA secara umum hampir sama dengan LLA2,7,14, yang merupakan refleksi dari kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit, lekosit dan trombosit, serta menyebabkan timbulnya gejala klinik berupa anemia, demam atau infeksi, dan perdarahan1,2,9-14. Lama gejala prodromal pada LNLA bervariasi7,13, rata-rata 6 minggu7 dan pada awal penyakit sering didapati anoreksia serta penurunan berat badan1. 
Lelah, pucat, sakit kepala, sesak napas, dan gagal jantung kongestif merupakan tanda anemia yang bisa dijumpai1,2,6, di mana anemianya bersifat normositik normokromik1,2,5,6,12-14. Kadar hemoglobin pada saat diagnosis ditegakkan antara 2,7--14,3 g/dL6,12. 
Jumlah lekosit penderita LNLA bervariasi, bisa rendah, normal, atau meningkat11,12 dan kebanyakan kasus dengan kadar lekosit < 5000/µL1,12 dengan jumlah netrofil absolut < 1000/µL1. Sekitar 20% kasus menunjukkan kadar lekosit > 100.000/µL6,11,12,14, terutama pada bayi di bawah umur 1 tahun dengan subtipe monositik1,2,13 yang dapat mengakibatkan penyumbatan intravaskular dengan manifestasi klinis berupa penurunan kesadaran, kejang, strok, takipnu, dan hipoksemia1,12. 
Kira-kira 50% kasus LNLA pada anak menunjukkan jumlah trombosit < 50.000/µL1,6,12 sebagai akibat penurunan produksi dan masa hidup sel trombosit1. Perdarahan biasanya disebabkan oleh trombositopenia dengan atau tanpa KID, dan sering terjadi dengan kadar trombosit < 20.000/µL6,12. Manifestasi perdarahan dapat berupa petekie, lebam, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, dan perdarahan gusi1,2,6,13. KID dapat terjadi pada semua subtipe LNLA, tetapi paling sering terjadi pada LNLA M3,5,6,14 dan keadaan tersebut dapat dipacu oleh peristiwa lisis sel pada saat terapi fase induksi6. 
Mieloblas hampir selalu dijumpai pada darah, kecuali pada keadaan lekopenia1. Pembesaran hati dan limfa bisa dijumpai meskipun tidak sesering pada LLA7,11,12. Sebagian kecil penderita LNLA menunjukkan pembesaran kelenjar dan nyeri tulang1,11,12. Meskipun jarang, hipertrofi gusi dan pembesaran kelenjar parotis dapat dijadikan petunjuk klinis adanya LNLA11, terutama pada subtipe monositik14. 
Ada 3 bentuk keterlibatan kulit pada LNLA, yaitu lesi nonspesifik1, leukemia kutis1,6,14, dan sarkoma granulositik (kloroma)1,11,14,16. Lesi nonspesifik dapat berupa makula, papula, vesikula, atau pioderma gangrenosum1. Leukemia kutis merupakan infiltrasi sel leukemia pada kulit, lebih banyak dijumpai pada LNLA dibanding LLA, terutama pada anak < 1 tahun dengan subtipe monositik14. Leukemia kutis sering merupakan tanda dini dari LNLA pada bayi baru lahir6. Kloroma yaitu massa berisi sel mieloblas yang terlokalisir, dapat ditemui di berbagai lokasi, terutama kulit1,11,14,16, jaringan lunak, kelenjar limfe14,16, orbita1,2,11, dan epidura11,16. Meskipun hanya terdapat pada 5% kasus, adanya kloroma sangat penting oleh karena dapat merupakan tanda awal dari LNLA1,14, tetapi kadang-kadang sulit dibedakan dengan small cell sarcoma dan limfoma14. 
Keterlibatan susunan saraf pusat sering terjadi pada LNLA dibanding LLA2,6,7,11,12,14, dengan frekuensi antara 5--10%7,12,14, dan terutama pada anak < 1 tahun dengan subtipe monositik14. Gejala biasanya bersifat asimtomatik7, tetapi kadangkala menimbulkan manifestasi seperti sakit kepala, muntah, papil edema, dan palsi nervus kranialis7,12,14. 
Diagnosis 
Pada kebanyakan kasus LNLA, pengaruh faktor genetika sangat kecil1,4, tetapi perlu ditanyakan mengenai kemungkinan adanya riwayat keganasan pada keluarga lainnya. Anamnesis juga dilengkapi dengan jenis imunisasi yang telah didapat, dan apakah ada riwayat penyakit infeksi sebelumnya, termasuk hepatitis, cacar air, campak, dan lain-lain. Pemeriksaan fisik yang teliti diarahkan terhadap adanya pembesaran kelenjar, hati, limpa atau keterlibatan organ lainnya17. 
Meskipun diagnosis LNLA tidak dapat didasarkan pada gambaran klinis, subtipe tertentu menunjukkan manifestasi yang khas. LNLA M3 selalu berhubungan dengan KID dan perdarahan yang berat1,2,4,7,11, sementara LNLA M4 dan LNLA M5 sering menunjukkan tanda hipertrofi gusi2,4,7 dan nodul pada kulit2,4,7,12. 
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada setiap pasien yang diduga menderita keganasan sel darah, yaitu hemoglobin, laju endap darah, MCH, MCHC, retikulosit, lekosit dan diferensiasinya, golongan darah, faktor Rhesus, skrining perdarahan, ureum, kreatinin, asam urat, elektrolit serum, fungsi hati, glukosa, serta LDH17. 
Diagnosis definitif LNLA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sumsum tulang1,2,6,12-14 dengan kriteria diagnosis apabila dijumpai sel blas ≥ 30% pada sumsum tulang1,2,10,12-14. Sebagian besar kasus dapat didiagnosis dengan tepat dengan menggunakan pewarnaan Wright-Giemsa6,7,14. Dari pemeriksaan morfologi sel sumsum tulang, dapat dinilai ukuran sel, bentuk inti dan kromatin, nukleolus, jumlah dan adanya basofil pada sitoplasma, vakuolisasi, granulasi, serta rasio inti dan sitoplasma15,18. Mieloblas berbeda dengan limfoblas di mana kromatin inti lebih jelas, rasio inti dan sitoplasma kecil, dan dijumpai Auer rod pada 1/3 kasus5,18. 
Untuk pengenalan terhadap subtipe tertentu dari LNLA, dipakai reaksi sitokimia seperti Sudan Black B, mieloperoksidase atau esterase nonspesifik1-5,15,18. Tetapi, karena kesulitan dalam membedakan LNLA M6 dengan sindrom mielodisplastik, maka kelompok studi FAB membuat pendekatan diagnosis berdasarkan perhitungan jumlah eritroblas pada sumsum tulang8. 
Kurang dari 20% kasus LNLA sulit dibedakan dengan LLA hanya dengan pemeriksaan morfologi sel dan reaksi sitokimia6,12. Diperlukan pemeriksaan lain, yaitu analisis sitogenetika dan immunophenotyping dengan menggunakan antibodi monoklonal1,6,10,12,14. 
Pada kasus yang disertai infeksi berat, bila hasil pemeriksaan meragukan, maka penyakit dasarnya (misalnya sepsis) harus diobati lebih dahulu, dan aspirasi sumsum tulang diulangi 7--10 hari kemudian6,12. 
Analisis sitogenetika (karyotyping) menunjukkan adanya hubungan antara sifat onkogenik dan leukemia. Lebih 80% LNLA mempunyai kelainan kromosom10,14, dimana dapat bersifat spesifik terhadap subtipe tertentu10. Tiga puluh persen bayi dengan sindrom Down akan menderita LNLA sebelum usia 3 tahun12. Dengan menggunakan high resolution chromosomal banding, dapat dideteksi kelainan kromosom yang tersamar12,13. Teknik sitogenetika terbaru seperti fluorescent in situ hybridization dapat mendeteksi kelainan kriptik yang tidak bisa ditemukan pada teknik pemitaan kromosom12. 
Teknik antibodi monoklonal (immunophenotyping) untuk mendeteksi petanda imunologik pada sitoplasma dan permukaan sel sangat membantu dalam penegakan diagnosis dan penatalaksanaan LNLA1,2,5,6,10,14. Sebagian kecil LNLA M1, M6, serta semua kasus M0 dan M7 sulit ditegakkan tanpa pemeriksaan antibodi monoklonal2,12,19. Lebih dari 90% kasus LNLA menunjukkan minimal satu petanda imunologik sel mieloid berupa CD 33, CD 13, CD 15, CD 11b, CD 14, atau CD 36. Akan tetapi, petanda imunologik sel mieloid bisa dijumpai pada beberapa kasus LLA, dan sebaliknya, sehingga pemeriksaan antibodi monoklonal tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara untuk menegakkan diagnosis6. 
Pemeriksaan biokimia tertentu dapat mengarahkan diagnosis. Terjadi peningkatan kadar lisozim atau muramidase pada serum dan urin penderita LNLA M5. Serum vitamin B12 dan transkobalamin meningkat pada pasien LNLA M3. Peningkatan Hb-F dan Hb-H terjadi pada LNLA M614. Asam urat dan LDH sering meningkat terutama pada LNLA M4 dan M51. 
Sekarang ini, pemeriksaan rantai polimerase (PCR) sangat berguna untuk mendiagnosis LNLA dan menilai tingkat remisi setelah pengobatan12. 
Diagnosis Banding 
LNLA dengan sindrom Down pada bayi harus dibedakan dengan penyakit mieloproliferatif transien1,7,12. Diagnosis banding lainnya adalah sindrom mielodisplastik6,7,12, reaksi leukemoid5,7,12, leukemia limfoblastik akut7, leukemia mielositik kronik11, anemia aplastik5,7, dan purpura trombositopenia idiopatik5. 
Penatalaksanaan 
Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai remisi komplit jangka panjang dengan mempertahankan kualitas hidup6,13,20. 
Penatalaksanaan Umum 
Bila pemeriksaan telah lengkap dan diagnosis LNLA ditegakkan, masalah penyakit tersebut harus dibicarakan dengan orangtua atau keluarga dekat penderita, sehubungan dengan perjalanan penyakit, rencana pengobatan, dan efek samping dari pengobatan yang mungkin terjadi1,10. Dukungan emosional harus diberikan kepada penderita dan orangtuanya1,2,5,10,13. Perhatian juga ditujukan pada usaha untuk peningkatan status gizi penderita, misalnya dengan makanan enteral atau parenteral terprogram2. Idealnya, seorang anak penderita LNLA harus dirawat di ruangan khusus1,13 dan ditangani secara multidisiplin oleh dokter, perawat terlatih, ahli gizi, psikolog, fisioterapis, serta dan terapi permainan1,2,5,13. 
Transfusi komponen darah merah diberikan untuk mempertahankan kadar hemoglobin di atas 10 g/dL1,5. Pada perdarahan berat yang berhubungan dengan trombositopenia, terutama bila kadarnya < 20.000/µL, dapat diberikan transfusi trombosit. Granulosit diindikasikan pada neutropenia berat (< 500 µL) dan menderita septikemia atau tidak respons dengan antibiotika setelah 72 jam pengobatan6,7,13. 
Tindakan pencegahan terhadap infeksi oportunis pada penderita keganasan21: 
1. Pencegahan penetrasi epitelial: penggunaan sarung tangan steril pada tindakan aseptik; menghindari pemeriksaan per-rektal (termasuk mengukur suhu), pemasangan kateter urin dan punksi vena. Untuk pengambilan sampel darah diusahakan dari ujung jari dan jarum infus ditukar setiap 3 hari. 
2. Pencegahan infeksi nosokomial: mencuci tangan setelah selesai memeriksa pasien; penderita yang mengalami infeksi, seperti diare atau varisela, dirawat di ruang isolasi. 
3. Pencegahan infeksi spesifik: imunisasi dasar dilanjutkan, kecuali polio dan campak (vaksin hidup); pencegahan infeksi Pneumocystis carinii dengan kotrimoksazol per-oral; uji tuberkulin pada setiap pasien. 
Faktor Penyulit yang Harus Segera Ditangani 
Penanganan pertama ditujukan untuk mengatasi komplikasi yang dapat mengancam kehidupan, yaitu demam atau infeksi, perdarahan, lekostatis, dan sindroma tumor lisis6,12. 
Demam atau infeksi 
Tiga puluh sampai 40% pasien LNLA mengalami demam pada saat diagnosis ditegakkan11. Infeksi juga sering terjadi pada periode aplasia sumsum tulang akibat pemberian kemoterapi1,13 oleh bakteri gram negatif dan positif1,6. Pasien diberi antibiotika secara empirik segera setelah spesimen kultur diambil untuk mencari kuman penyebab6,17,21. Biasanya diberikan gabungan penisilin semisintetik (tikarsilin 300 mg/kgbb/hari, intravena) dan aminoglikosida (gentamisin 3--6 mg/kgbb/hari, atau tobramisin 3--6 mg/kgbb/hari)1,2,13,21. Pada penderita yang mendapat kemoterapi yang bersifat nefrotoksik, dapat diberi ceftazidim 100 mg/kgbb/hari atau seforazon 200 mg/kgbb/hari21. Bila demam menetap 24--48 jam, sebaiknya ditambah dengan vankomisin 25--40 mg/kgbb/hari1,21. Bila demam masih menetap > 72 jam tanpa sebab yang jelas, perlu dipikirkan adanya infeksi jamur2,17,21 dan dapat diberikan nistatin 50.000 U/kgbb/hari per-oral, atau amfoterisin B 0,5--1 g/kgbb/hari2,21. Pemberian antibiotika profilaksis trimetropim sulfametoksazol (dosis trimetoprim 5 mg/kgbb/hari) selama 3 hari setiap minggu dapat menurunkan episode infeksi selama fase induksi, terutama pencegahan terhadap Pneumocystis carinii dan sebagai obat dekontaminasi usus2,5,7,17,21. 
Perdarahan 
Perdarahan spontan jarang dijumpai sampai kadar trombosit < 20.000/µL6, tetapi infeksi dapat mencetuskan perdarahan meskipun jumlah trombosit masih tinggi2,6. Transfusi trombosit dianjurkan untuk mempertahankan kadar trombosit > 20.000/µL2,6,13. KID terjadi pada 75% penderita LNLA M314. Bila dijumpai tanda-tanda KID, pemberian faktor pembekuan dengan plasma segar beku dan transfusi trombosit harus segera dilakukan1,6,11. Selain itu, juga pemantauan ketat terhadap fibrinogen, fibrin degradation product, dan masa koagulasi1. Pemberian all transretinoic acid (ATRA) sebagai pengobatan dalam fase induksi pada LNLA M3 dapat menurunkan risiko perdarahan, tetapi tidak menyembuhkan2,11. Heparin dosis rendah sebagai profilaksis KID pada LNLA M3 masih kontroversial6,11,14. Pemberian antifibrinolitik (misalnya asam traneksamat) belum nyata bermanfaat dan perlu diteliti ulang2. 
Sindrom tumor lisis 
Hidrasi dengan pemberian cairan 3000 ml/m2/hari, alkalinisasi dengan bikarbonat intravena dan pemberian alupurinol 200 mg/m2/hari secara intravena atau per-oral harus segera dilakukan, dengan pemantauan terhadap kadar elektrolit (khususnya kalium, kalsium, dan fosfor), keluaran urin, serta kreatin serum2,6,17. Terapi terhadap hiperurisemia dilakukan bila kadar asam urat > 7 mg/dL dan jumlah blas pada sumsum tulang serta darah tepi sangat banyak2,17. Allupurinol tidak perlu diberi pada penderita dengan kadar asam urat < 7 mg/dL dan kadar lekosit < 20.000/µL, apabila hidrasi telah adekuat dan keluaran urin cukup1. 
Lekostatis 
Anak yang mendeita LNLA lebih rentan terhadap timbulnya efek penyumbatan aliran darah akibat peninggian kadar lekosit (lekostatis) dibanding LLA12, karena sifat sel blas yang lebih rapuh dan lebih banyaknya pelepasan isi sel blas ke dalam darah1. Lekostatis jarang terjadi bila kadar lekosit tidak melebihi 200.000/µL6,12, tetapi pengobatan harus segera dilakukan bila kadar lekosit > 100.000/µL12. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan paru-paru2,5,6,14. Hidroksi urea per-oral dan lekaferesis atau transfusi tukar sangat efektif dalam menurunkan jumlah sel blas dalam darah1,12. 
Kemoterapi 
Protokol pengobatan terhadap LNLA terdiri dari fase induksi dan fase pascaremisi1,2,4,10,14,20. 
Fase induksi 
Prinsip pengobatan pada fase induksi adalah kombinasi beberapa obat lebih baik daripada satu obat1,6,13 dan dosis yang diberikan harus cukup tinggi untuk mencapai aplasia tulang6. Sebanyak 75--85% pasien mengalami remisi komplit setelah fase induksi4,6,7,12,14,22,23. Kriteria remisi komplit menurut The National Cancer Institute (NCI) 19889 adalah terdapatnya faktor-faktor berikut minimal 4 minggu: 
Klinis: keadaan umum membaik, tanda keterlibatan ekstramedulla menghilang. 
Laboratorium: 
Darah tepi: netrofil (1500/µL, trombosit ≥ 100.000/µL tidak dijumpai sel blas. 
Sumsum tulang: selularitas sumsum tulang ≥ 20%, sel blas < 5%, tidak dijumpai Auer rod. 
Obat pilihan pada fase induksi adalah kombinasi sitosin arabinosid (ARA-C) dan daunorubisin (golongan antrasiklin)2,6,10,12,13,20,24. Sitosin arabinosid 100--200 mg/m2/hari diberikan secara intravena selama 7 hari dan daunorubisin 45 mg/m2/hari selama 3 hari6,7,13,25. Etoposid dan 6-tioguanin tidak menunjukkan tingkat remisi komplit yang nyata7,12,24. Obat lain yang mempunyai potensi kuat pada fase induksi adalah idarubisin (golongan antrasiklin), mitosantron, amsakrin, homoharingtoning, 2-klorodioksiadenosin, fludarabin, karboplatin, ATRA, Colony stimulating factor, dan interleukin-224. Bruserud dkk menyebutkan bahwa sitokin berperan dalam proliferasi sel blas pada LNLA25. IL-2 dapat mengaktifkan respons seluler anti tumor sumsum tulang atau darah tepi tanpa mempengaruhi hemetopoesis26. Efek langsung terhadap pemberian IL (Inter Leukine)-4, IL-10, dan IL-3 ataupun efek tidak langsung dengan merangsang pelepasan IL-4, IL-10, dan IL-13 endogen berperan pada peningkatan efek imunologi anti leukemia25. 
Penelitian Vogler dkk menunjukkan bahwa idarubisin lebih efektif dibandingkan daunorubisin27. Tidak terdapat perbedaan tingkat remisi dan lamanya remisi pada penderita yang diobati dengan daunorubisin dan doksorubisin22. Penggunaan ATRA digabungkan dengan sitosin arabinosid dan daunorubisin untuk penderita LNLA M3 dapat meningkatkan masa bebas penyakit1. 
Remisi dapat terjadi 2--3 minggu11, 4--8 minggu7, dan kadang sampai 8--12 minggu11 setelah pengobatan. Enam puluh persen remisi komplit dicapai setelah 1 siklus dan 40% setelah 2 siklus pengobatan28. 
Setelah fase induksi dimana terjadi hipoplasia sumsum tulang risiko terhadap perdarahan dan infeksi sangat tinggi7,12. Oleh karena itu, harus diberi pengobatan suportif berupa transfusi darah maupun antibiotika12. Penggunaan GM-CSF atau G-CSF yang diberikan setelah fase induksi dapat memperpendek masa terjadinya netropenia, tetapi hasilnya kurang efektif dalam pencapaian remisi komplit. Di sisi lain dapat merangsang proliferasi sel blas LMA10,20,23,29,30. Obat pada fase induksi diberhentikan bila sumsum tulang bebas dari sel blas selama 1 minggu setelah pengobatan13. 
Fase pascaremisi 
Belum ada kesepakatan mengenai protokol terbaik untuk memperpanjang masa remisi komplit pada LNLA1,4,12. Setelah remisi tercapai pengobatan masih harus dilanjutkan1,10,12-14. Ada beberapa tahapan fase pada fase pascaremisi, yaitu fase konsolidasi dengan menggunakan obat yang sama pada fase induksi atau dengan melakukan transplantasi sumsum tulang, fase intensifikasi atau re-induksi, serta fase pemeliharaan1,2,4-7,12-14. Transplantasi otologus dianjurkan pada pasien yang telah mengalami remisi pertama. Bila pasien tidak mengalami remisi atau terjadinya relaps maka donor harus berasal dari orang lain12,31,32. Transplantasi sumsum tulang tidak dapat merangsang remisi kedua31. Penelitian Lin dkk menunjukkan bahwa angka harapan hidup pada anak penderita LMA adalah 67% setelah dilakukan transplantasi sumsum tulang. Masa remisi rata-rata penderita yang mendapat transplantasi alogenus lebih lama dibanding transplantasi otologus33. 
Pengobatan pada fase pemeliharaan menggunakan kemoterapi dosis rendah selama 1--2 tahun setelah remisi12,20. Penelitian Cassileth dkk membandingkan efektivitas terap fase konsolidasi dan pemeliharaan mendapatkan bahwa masa hidup bebas penyakit 4 tahun pada kelompok yang mendapat terapi konsolidasi lebih baik secara bermakna dibanding yang hanya mendapat terapi pemeliharaan (27 : 16)28. 
Terapi pascaremisi bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang tersisa4,28. Tanpa pengobatan pada fase pascaremisi, lebih dari 90% penderita akan mengalami relaps dalam 7--8 bulan20. Pada kasus relaps dilakukan pengobatan berupa re-induksi dengan sitosin arabinosid dosis tinggi, atau transplantasi sumsum tulang6,12. Radiasi intrakranial pada LNLA masih dalam perdebatan12,22 meskipun Bruseud menyimpulkan radiasi sinar gama dapat mencegah perkembangan sel leukemia pada LNLA secara in vitro34. Juga belum terbukti apakah masa hidup bebas penyakit penderita LNLA yang mendapat terapi profilaksis SSP lebih panjang daripada yang tidak mendapat terapi profilaksis SSP6,12. Dengan penatalaksanaan yang adekuat, masa bebas penyakit hanya dapat dicapai pada 30--40% penderita LNLA12,20. 
Komplikasi 
Masalah metabolik jarang terjadi pada LNLA dibanding LLA1,2,12. Kematian penderita biasanya disebabkan oleh infeksi, yang terjadi dalam masa 10 minggu pertama pengobatan17,13. Perdarahan hebat sering terjadi pada LNLA M31,2,4,5,7,14. 
Faktor Prognostik 
Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis LNLA adalah monosomi-7, sebelumnya merupakan sindroma mielodisplastik, lekosit > 100.000/µL, leukemia ekstramedulla, dan lama mencapai remisi komplit2,11,14. Pemeriksaan morfologi dan immunophenotyping pada LNLA tidak mempunyai korelasi dengan prognostik1,10,14. Prediktor yang paling kuat untuk menentukan masa hidup bebas penyakit pada LNLA adalah pemeriksaan analisis sitogenetika14. 
Kelangsungan Hidup 
Dengan meningkatnya jumlah anak yang menderita LNLA dengan masa bebas penyakit yang lama, perhatian ditujukan pada pengaruh jangka panjang akibat leukemia dan pengobatannya. Pertumbuhan, perkembangan, serta kematangan seks biasanya normal pada anak laki-laki atau perempuan yang mendapat kemoterapi komplit untuk LNLA. Walaupun demikian, harus tetap dipantau. Kegagalan gonad, keganasan sekunder, dan perawakan pendek sering tampak setelah mendapat transplantasi sumsum tulang. Penelitian mulai menitikberatkan pada masalah peningkataan kualitas hidup sehingga akan mempengaruhi dasar-dasar pemilihan pengobatan1,2,12. 
Kesimpulan 
Kasus LNLA jarang terjadi pada anak dimana angka harapan hidupnya relatif rendah. Diagnosis harus ditegakkan secepat dan seakurat mungkin, untuk segera diberikan penanganan yang tepat. Sebagian kasus dapat didiagnosis dengan pewarnaan sederhana dari aspirat sumsum tulang. Diagnosis penunjang lain adalah sitokimia, antibodi monoklonal, dan sitogenetika. Penatalaksanaan LNLA meliputi penatalaksanaan umum, penatalaksanaan terhadap faktor penyulit seperti demam dan infeksi, perdarahan, sindrom tumor lisis, dan lekostasis, serta pemberian kemoterapi. Tujuan pengobatan adalah melenyapkan seluruh sel leukemia untuk mencapai remisi terus-menerus dan mencegah relaps. Sampai saat ini, angka kematian LNLA pada anak masih tinggi. 
NAMA 
trombositopenia 
DEFINISI 
trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari pembekuan darah. 

darah biasanya mengandung sekitar 150.000-350.000 trombosit/ml. 
jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/ml, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/ml. 
NAMA 
kelainan perdarahan 
DEFINISI 
kelainan perdarahan ditandai dengan kecenderungan untuk mudah mengalami perdarahan, yang bisa terjadi akibat kelainan pada pembuluh darah maupun kelainan pada darah. 
kelainan yang terjadi bisa ditemukan pada faktor pembekuan darah< atau trombosit. 

dalam keadaan normal, darah terdapat di dalam pembuluh darah (arteri, kapiler dan vena). 
jika terjadi perdarahan, darah keluar dari pembuluh darah tersebut, baik ke dalam maupun ke luar tubuh. 
tubuh mencegah atau mengendalikan perdarahan melalui beberapa cara. 

homeostatis adalah cara tubuh untuk mengentikan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami cedera. 
hal ini melibatkan 3 proses utama: 
1. konstriksi (pengkerutan) pembuluh darah 
2. aktivitas trombosit (partikel berbentuk seperti sel yang tidak teratur, yang terdapat di dalam darah dan ikut serta dalam proses pembekuan) 
3. aktivitas faktor-faktor pembekuan darah (protein yang terlarut dalam plasma). 
kelainan pada proses ini bisa menyebabkan perdarahan ataupun pembekuan yang berlebihan, dan keduanya bisa berakibat fatal. 


bagaimana tubuh mencegah perdarahan 

pembuluh darah merupakan penghalang pertama dalam kehilangan darah. jika sebuah pembuluh darah mengalami cedera, maka pembuluh darah akan mengkerut sehingga aliran darah keluar menjadi lebih lambat dan proses pembekuan bisa dimulai. 
pada saat yang sama, kumpulan darah diluar pembuluh darah (hematom) akan menekan pembuluh darah dan membantu mencegah perdarahan lebih lanjut. 

segera setelah pembuluh darah robek, serangkaian reaksi akan mengaktifkan trombosit sehingga trombosit akan melekat di daerah yang mengalami cedera. perekat yang menahan trombosit pada pembuluh darah ini adalah faktor von willebrand, yaitu suatu protein plasma yang dihasilkan oleh sel-sel di dalam pembuluh darah. 
kolagen dan protein lainnya (terutama trombin), akan muncul di daerah yang terluka dan mempercepat perlekatan trombosit. 
trombosit yang tertimbun di daerah yang terluka ini membentuk suatu jaring yang menyumbat luka; bentuknya berubah dari bulat menjadi berduri dan melepaskan protein serta zat kimia lainnya yang akan menjerat lebih banyak lagi trombosit dan protein pembekuan. 

trombin merubah fibrinogen (suatu faktor pembekuan darah yang terlarut) menjadi serat-serat fibrin panjang yang tidak larut, yang terbentang dari gumpalan trombosit dan membentuk suatu jaring yang menjerat lebih banyak lagi trombosit dan sel darah. 
serat fibrin ini akan memperbesar ukuran bekuan dan membantu menahannya agar pembuluh darah tetap tersumbat. 
rangkaian reaksi ini melibatkan setidaknya 10 faktor pembekuan darah. 

suatu kelainan pada setiap bagian proses hemostatik bisa menyebabkan gangguan. 
pembuluh darah yang rapuh akan lebih mudah mengalami cedera atau tidak dapat mengkerut. 
pembekuan tidak akan berlangsung secara normal jika jumlah trombosit terlalu sedikit, trombosit tidak berfungsi secara normal atau terdapat kelainan pada faktor pembekuan. 
jika terjadi kelainan pembekuan, maka cedera yang ringan pun bisa menyebabkan kehilangan darah yang banyak. 

sebagian besar faktor pembekuan dibuat di dalam hati, sehingga kerusakan hati yang berat bisa menyebabkan kekurangan faktor tersebut di dalam darah. 
vitamin k (banyak terdapat pada sayuran berdaun hijau) sangat penting dalam pembuatan bentuk aktif dari beberapa faktor pembekuan. karena itu kekurangan zat gizi atau obat-obatan yang mempengaruhi fungsi normal vitamin k (misalnya warfarin) bisa menyebabkan perdarahan. 
kelainan perdarahan juga bisa terjadi jika pembekuan yang berlebihan telah menghabiskan sejumlah besar faktor pembekuan dan trombosit atau jika suatu reaksi autoimun menghalangi aktivitas faktor pembekuan. 

reaksi yang menyebabkan terbentukan suatu gumpalan fibrin diimbangi oleh reaksi lainnya yang menghentikan proses pembekuan dan melarutkan bekuan setelah keadaan pembuluh darah membaik. 
tanpa sistem pengendalian ini, cedera pembuluh darah yang ringan bisa memicu pembekuan di seluruh tubuh. 
jika pembekuan tidak dikendalikan, maka pembuluh darah kecil di daerah tertentu bisa tersumbat. penyumbatan pembuluh darah otak bisa menyebabkan stroke; penyumbatan pembuluh darah jantung bisa menyebabkan serangan jantung dan bekuan-bekuan kecil dari tungkai, pinggul atau perut bisa ikut dalam aliran darah dan menuju ke paru-paru serta menyumbat pembuluh darah yang besar di paru-paru (emboli pulmoner). 


obat-obat yang mempengaruhi pembekuan 

jenis-jenis obat tertentu bisa membantu seseorang yang memiliki resiko tinggi membentuk bekuan darah yang berbahaya. 
pada penyakit arteri koroner yang berat, gumpalan kecil dari trombosit bisa menyumbat arteri yang sebelumnya telah menyempit dan memutuskan aliran darah ke jantung, sehingga terjadi serangan jantung. 
aspirin dosis rendah (dan beberapa obat lainnya) bisa mengurangi perlengketan antar trombosit sehingga tidak akan terbentuk gumpalan yang akan menyumbat arteri. 

antikoagulan mengurangi kecenderungan terbentuknya bekuan darah dengan cara mencegah aksi dari faktor pembekuan. antikoagulan seringkali disebut sebagai pengencer darah, meskipun sesungguhnya tidak benar-benar mengencerkan darah. 
antikoagulan yang sering digunakan adalah warfarin (per-oral) dan heparin (suntikan). 

seseorang yang memiliki katup jantung buatan atau harus menjalani tirah baring selama berbulan-bulan, seringkali mendapatkan antikoagulan sebagai tindakan pencegahan terhadap pembentukan bekuan. 
orang yang mengkonsumsi antikoagulan harus diawasi secara ketat. pemantauan terhadap efek obat ini dilakukan melalui pemeriksaan darah untuk mengukur waktu pembekuan dan hasil pemeriksaan ini dipakai untuk menentukan dosis selanjutnya. 
dosis yang terlalu rendah tidak dapat mencegah pembekuan, sedangkan dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan perdarahan hebat. 

fibrinolitik adalah obat-obat yang membantu melarutkan bekuan yang telah terbentuk. 
segera melarutkan bekuan bisa mencegah kematian jaringan jantung karena kekurangan darah akbiat penyumbatan pembuluh darah. 
fibrinolitik yang biasa digunakan untuk melarutkan bekuan pada penderita serangan jantung adalah streptokinase, urokinase dan aktivator plasminogen jaringan. 


mudah memar 

seseorang bisa mudah memar karena kapiler yang rapuh di dalam kulit. 
setiap pembuluh darah kecil ini robek maka sejumlah kecil darah akan merembes dan menimbulkan bintik-bintik merah di kulit (peteki) atau cemar ungu kebiruan (purpura). 

wanita lebih mudah mengalami memar akibat cedera ringan, terutama pada paha, bokong dan lengan atas. 
kadang hal ini merupakan keturunan. 
kebanyakan keadaan ini tidak serius, tetapi bisa merupakan suatu pertanda bahwa ada sesuatu yang salah dalam elemen pembekuan darah, terutama trombosit. untuk mengetahuinya bisa dilakukan pemeriksaan darah. 

pada usia lanjut (terutama jika banyak terkena sinar matahari), memar biasanya timbul di punggung tangan dan lengan bawah (purpura senilis). 
usia lanjut sangat mudah membentuk memar jika terbentur atau jatuh karena pembuluh darahnya rapuh dan lapisan lemak dibawah kulitnya tipis. darah yang merembes dari pembuluh darah yang rusak akan membentuk bercak ungu tua (hematom). memar ini bisa menetap selama beberapa waktu, dan pada akhirnya menjadi hijau muda, kuning atau coklat. 

mudah memar bukan merupakan penyakit dan tidak memerlukan pengobatan. 
untuk mengurangi memar, sebaiknya hindari cedera. 


kelainan jaringan ikat 

pada penyakit tertentu, misalnya sindroma ehlers-danlos, terdapat kolagen (serat protein yang kuat di dalam jaringan ikat) yang lemah. 
kolagen mengelilingi dan menyokong pembuluh darah yang melewati jaringan ikat, karena itu kelainan pada kolagen bisa menyebabkan pembuluh darah sangat peka terhadap robekan. 

tidak ada pengobatan khusus, penderita sebaiknya menghindari cedera dan jika terjadi perdarahan harus segera diatasi


Photobucket