Rabu, 22 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Psoriasis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PSORIASIS



A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Penyakit Psoriasis adalah kondisi kebal yang berulang yang membuat kulit bertambah terlalu cepat dengan characteristik gatal yang merah dimana sel kulit menjadi lebih berotot dan menyerpih.
2. Etiologi
Walaupun sebabnya sepenuhnya tidak dimengerti, penyakit psoriasis tidak menular.
- Psoriasis merupakan penyakit keturunan – penyebab utama ( 1/3 pasien memiliki riwayat keluarga dengan penyakit yang sama), biasanya diturunkan secara autosomal dominan.
- Sering muncul pada usia 15 dan 35 tahun, tapi dapat muncul pada semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
- Sekitar 10 – 15% kasus dengan psoriasis didapat sebelum usia 10 tahun
- Para peneliti mempercayai bahwa kegagalan pengirim signal pada sistem imun mempercepat siklus pertumbuhan di dalam sel.
Secara normal progresi sel dari lapisan sel basal yang ada di epidermis sampai ke stratum corneum terjadi dalam 26 – 28 tahun. Akan tetapi pada pasien dengan psoriasis proses ini berlangsung dalam 3 – 4 hari. Akibat hal tersebut maturasi sel kulit tidak dapat berlangsung secara sempurna.
Beberapa pemicu (precipitating factors) terjadinya psoriasis (psoriasis triggers) :
1. Stress emosional
2. Injury terhadap kulit
3. Beberapa tipe infeksi
4. Reaksi terhadap beberapa obat
5. Iklim
3. Klasifikasi Psoriasis
Derajat keparahan psoriasis diukur dalam kaitannya dengan efek terhadap fisik dan emosional secara fisik, psoriasis ringan jika lesi kurang dari 2%, sedang bila lesi antara 3 – 10% dan lebih dari 10% diklasifikasikan ke dalam derajat berat.
Psoriasis juga diukur berdasar dampak terhadap kualitas hidup. Ketika psoriasis mengenai tangan dan kaki bisa diklasifikasikan ke dalam derajat berat dikarenakan hal ini berakibat pada kemampuan seseorang melakukan fungsinya. Atau, jika kehidupan psikologis dan emosional seseorang terganggu, selanjutnya psoriasis bisa diklasifikasikan ke dalam derajat berat.
4. Jenis-jenis Psoriasis
a. Plaquae psoriasis
b. Pustular psoriasis
c. Erythrodermic psoriasis
d. Guttate psoriasis
e. Inverse psoriasis

a. Plaquae psoriasis
Adalah karakteristik lesi terlihat merah, papula yang naik dan berubah menjadi plaque berwarna silver.
b. Pustular psoriasis
Ada 2 jenis :
1) Pustular Psoriasis Generalisata
Psoriasis ini dapat muncul secara cepat. Dalam hanya beberapa jam kulit menjadi lunak, terdapat blister (pustula) non infeksiuspus juga dapat muncul.
Dapat menyebabkan demam, menggigil, gatal yang hebat, tachy cardia, kelelahan, animea, penurunan berat badan dan kelemahan muskuler.
a) Bentuk
- Terjadi kulit merah (erythema) yang menjalar ke seluruh permukaan tubuh
- Kulit menjadi sangat nyeri dan lembek
- Pustula muncul pada kulit, kemudian kering dan mengelupas dalam dua hari
- Pustula bisa muncul dan erupsi setiap beberapa hari atau minggu
b) Treatmen
- Hospitalisasi : Bed rest, sedasi ringan, terapy topikal, rehydrasi dan penghindaran kehilangan panas yang berlebihan, jika terjadi infeksi antibiotik dapat diberikan.
- Obat-obatan sistemik
- Acitenin (soriatane) atau metoxehrotexate sering diresepkan
- Cyclosporin (Vleoral) : digunakan hanya untuk plaque psoriasis berat.
- Steroid oral : diberikan bila obat-obat lain gagal atau ketika pasien sangat sakit : penggunaan masih kontroversial sebab penghentian steroid secara mendadak, dapat memicu pustulat psoriasis generalisata.
- PUVA (Psoriatic Ultra Videt Agen) : digunakan setelah fase berat terlewati.

2) Pustular Psoriasis Lokal
Bentuk ini meliputi :
a) Palmo – plantar pustulosis (PPP)
PPP secara umum menyerang manusia pada usia 20 dan 60, infeksi dan stres bisa memicu hal ini. Tipe psoriasis ini lebih sering menyerang wanita dari pada laki-laki.
(1) Bentuk
- Pustula-pustula lebar terbentuk pada area-area yang tebal pada tangan dan kaki, seperti pada dasar jempol dan sisi tumit.
- Pustula-pustula bisa selebar 5 cm
- Pustula terlihat dalam bentuk yang bertaburan pada plaque kulit yang memerah kemudian berubah menjadi coklat dan mengelupas.
(2) Treatmen
PPP sering sulit disembuhkan. Topikal treatmen, seperti kortikosteroid biasanya diberikan terlebih dahulu. PUVA, acitetrin (soriatane) metotrexate atau cyclosporine (Vleoral) biasanya harus digunakan untuk menghilangkan bentuk ini. Kombinasi treatmen dengan PUVA dan soriatane (disebut Re PUVA) mungkin juga efektif untuk PPP.
b) Acropustulosis
Pada tipe ini, lesi kulit terbentuk pada ujung jari dan kadang-kadang pada kaki. Lesi ini bisa sangat nyeri dan sangat mengganggu, dengan deformitas kuku, pada kasus yang parah dapat menjalar ke tulang.
- Treatment
Acropustulosis biasanya dimulai setelah kulit terinjury/terinfeksi. Preparat tar di tutup dapat membantu pasien, bentuk ini biasanya sulit diobati. Preparat yang ditutup dapat membantu beberapa pasien. Obat-obat retinold orat seperti acitretin (soriatane), bisa membantu dalam menghilangkan lesi dan menyembuhkan kuku. PUVA mungkin juga bisa digunakan.

c. Erythrodermic psoriasis
Merupakan bentuk psoriasis inflamasi yang sering terjadi hampir pada seluruh permintaan tubuh. Jenis ini merupakan yang paling jarang terjadi. Psoriasis ini kadang-kadang terjadi secara mendadak pada awal psoriasis, atau datang setelah bertahap pada orang dengan plaque psoriasis.
1) Bentuk
Paling sering terjadi pada orang yang memiliki psoriasis unstabil.
Kulit memerah secara luas dan sangat panas. Gatal berat dan nyeri bisa mengikuti kelainan pada kulit yang memerah.
2) Komplikasi
Dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk mengontrol temperatur dan dapat menimbulkan sakit berat. Dalam kasus-kasus berat, orang dengan tipe psoriasis ini mungkin membutuhkan hospitalisasi jika mereka mengalami kehilangan cairan yang banyak, terjadi infeksi/alirah darah/sirkulasi yang tidak lancar.
3) Treatmen
Tahap awal :
Topikal steroid dengan potensi medium dan mousturizer liberal digunakan pada tahap awal, dikombinasikan dengan mandi oatmeal dan bed rest.
Steroid sistemik :
- Metotrexate, acitretin (brand name soriatane) atau cyclosporme (brand name vleoral) dapat menjadikan kasus-kasus berat menjadi terkontrol.
- Jika digunakan, penurunan dosis steroid sistemik harus secara perlahan, penghentian secara mendadak dapat menjadikan psoriasis lebih berat.
- Sterold sistemik dikombinasikan dengan methotrexate dapat membantu kasus-kasus berat. Dokter harus memonitor peningkatan keadaan secara hati-hati selama periode penurunan dosis dibutuhkan can help severe cases.


4) Terapi kombinasi
- Sering digunakan untuk mencegah side effect yang serius
- Antibiotik mungkin diberikan untuk menghambat infeksi
- Ultra violet B (kadang-kadang digunakan sebagai kombinasi dengan coaltar) atau terapi PUVA digunakan hanya setelah inflamasi awal telah dihilangkan.
- Setelah kemerahan terlewati, psoriasis biasanya dikembalikan pada bagaimana keadaan kulit sebelum memerah.

d. Guttate psoriasis
Sering terjadi pada usia anak-anak/dewasa muda, sering terjadi secara tiba-tiba. Mungkin muncul akibat infeksi tenggorokan akibat streptokokus. Akan tetapi beberapa kondisi lain seperti flu, chicken pox dan tonsilitis, diyakini sebagai pemicu serangan psoriasis guttate.
1) Bentuk
Berbentuk kecil, merah dan seperti tetesan yang sendiri-sendiri, lesi ini umumnya tampak pada kerongkongan dan lengan dan tungkai dan kadang-kadang kulit kepala, lesi tidak setebal psoriasis plaque.
Psoriasis guttate mungkin dapat sembuh dengan sendirinya. Tanpa meninggalkan bekas.
2) Treatmen
Antibiotik dapat mencegah infeksi dari kekambuhan dan timbulnya guttate psoriasis.
Moistureizer/agen-agen topikal yang lebih kuat dapat membantu kasus-kasus sedang. Agen topikal (coal tar, corticosteroid, topikal vit D3 derivat atau topikal retinoids) merupakan treatmen yang diberikan pada kulit ointmen disadari merupaakn treatmen yang paling aman.
Treatmen sinar ultraviolet dengan UVB atau PUVA dapat memudahkan terjadinya kekambuhan, khususnya ketika digunakan dengan agen-agen topikal.

e. Inverse psoriasis
Lesi halus, area-area kulit kering yang memerah dan terinflamasi tetapi tidak terjadi sisik, sering pada lipatan tubuh. Disebut juga sebagai flexual psoriasis.


1. Bentuk
Pada psoriasis ini, area-area kulit kering, halus, merah dan terjadi inflamasi. Utamanya terjadi pada ketiak, lipat paha, di bawah payudara dan di area lain sekitar kelamin dan pantat.
2. Treatmen
- Kream steroid dan ointment
- Disadari sangat efektif, tetapi pada pemberian tidak boleh ditutup dengan balutan yang berasal dari plastik
- Penggunaan yang berlebihan atau yang keliru, utamanya pada lipatan kulit dapat berakibat efek samping, termasuk penipisan dan bekas luka.
- Dikirimkan lipatan kulit cenderung terjadi infeksi jamur, agen-agen anti yeast atau anti fungal dapat digunakan yang dicampurkan dengan steroid topical.
3. Agen-agen topikal
- Topikal : meliputi derivat-derivat vit D3, retinoid, coal tar atau anthralin.
- Dapat sangat efektif, untuk pengobatan psoriasis yang terdapat dilipatan kulit, tetapi juga dapat meiritasi kulit.
- Harus digunakan secara hati-hati dengan resep dari obat-obat sistemik : Methotrexate dapat mengontrol keadaan berat.
Fluconazole oral (brand nam diflucan) : dapat mengontrol pertumbuhan jamur.

5. Patofisiologi
Px hispatologi pada biospi kulit penderita psoriasis menunjukkan adanya penebalan epidermis-epidermis stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas. Jumlah sel –sel basal yang bermitosis meningkat. Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak secara cepat ke bagian permanen epidermis yang menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal (sisik yang berwarna seperti perak). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik yang ab (N), terutama Adenosin Mono Pospat (AMP) dan Guanosin Mono Pospat (GMP).


B. FOKUS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada saat pengkajian yang perlu ditanyakan :
a. Keluhan utama
b. Mulai kapan gejala timbul
c. Perjalanan penyakit
1) Terus menerus dari ringan, sedang, dan berat
2) Hilang timbul
3) Pada saat/musim tertentu
d. Sebelum gejala timbul, apakah klien mengkonsumsi obat-obatan tertentu
e. Pernahkah klien mendapatkan pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
f. Apakah dalam keluarga, ada yang mempunyai penyakit seperti yang diderita klien
g. Bagaimana lingkungan tempat tinggal klien
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : klien dalam keadaan normothermi dengan kriteria body temperature : 36,20c – 37,20c, klien tidak mengeluh panas.
Tindakan : 1) Beri kompres dingin
2) Anjurkan klien memakai pakaian yang menyerap keringat
3) Kolaborasi pemberian antipiretik
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang dengan kriteria : skala nyeri 3, ekpresi wajah klien relaks.
Tindakan : 1) Ketahui nyeri klien
2) Berikan tindakan penghilang nyeri
a. Ajarkan tehnik relaksasi
b. Tehnik pengalihan perhatian
3) Berikan posisi nyaman menurut klien
4) Kolabs pemberian penghilang nyeri optimal (analgetik)
c. Gangguan rasa nyaman : gatal berhubungan dengan invasi bakteri sekunder
Tujuan : Gatal berkurang sampai hilang dengan kriteria, klien melaporkan gatar berkurang sampai hilang, tidak menggaruk lesi.

Tindakan : 1) Alih baring tiap 2 jam
2) Anjurkan klien untuk tidak menggaruk daerah yang gatal
3) Kolabs pemberian therapi topikal
d. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan proses inflamasi, jaringan terbuka
Tujuan : Tidak terjadi defisit volume cairan dengan kriteria tidak ada tanda dan gejala dehidrasi berat badan ideal.
Tindakan : 1) Pantau intake dan output cairan
2) Timbang berat badan tiap hari
3) Pantau tanda dan gejala dehidrasi
4) Anjurkan klien banyak minum
5) Kolabs pemberian cairan parenteral
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
Tujuan : Menunjukkan regenerasi jaringan
Tindakan : 1) Kaji ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
2) Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
3) Evaluasi ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan ada/tidaknya penyembuhan
4) Kolaborasi pemberian theraphi.

3. Implementasi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
1) Memberi proses dingin
2) Menganjurkan klien memakai pakaian yang menyerap keringat
3) Kolaborasi pemberian antipiretik
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan
1) Mengetahui nyeri klien
2) Memberikan tindakan penghilang nyeri
a). Mengajarkan teknik relaksasi
b). Teknik pengalihan perhatian
3) Memberikan posisi nyaman menurut klien
4) Kolaborasi pemberian penghilang nyeri optimal (analgetik)


c. Gangguan rasa nyaman : gatal berhubungan dengan invasi bakteri sekunder
1) Melakukan alih baring tiap 2 jam
2) Menganjurkan klien untuk tidak menggaruk daerah yang gatal
3) Kolabs pemberian therapi topikal
d. Resiko penyakit volume cairan berhubungan dengan proses inflamasi, jaringan terbuka
1) Memantau intake dan output cairan
2) Menimbang berat badan tiap hari
3) Memantau tanda dan gejala dehidrasi
4) Kolabs pemberian cairan parenteral
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
1) Mengkaji ukuran, warna, kedalaman luka, memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2) Memberikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
3) Mengevaluasi ukuran, warna, kedalaman luka, memperhatikan ada/tidaknya penyembuhan.
4) Kolaborasi pemberian therapy
4. Evaluasi
a. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh, klien dalam keadaan normothermi (36,20c – 37,20 c)
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berkurang/hilang
c. Gangguan rasa nyaman : gatal berkurang/hilang
d. Tidak terjadi defisit volume cairan




DAFTAR PUSTAKA


1. Askep Pasien Dengan Gangguan Sistem Integumen, Sister School Program Dinas Kesehatan Propinsi Jateng Semarang, 2004
2. Carpenito, Lynda Jual, 2004 Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC
3. Price, Sylvia Anderson 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi IV, Jakarta : EGC
4. Doenges, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III, Jakarta : EGC
5. Http : //www.realage.com/Health-Guides/Psoriasis/Psolmintro/ASPX

Selasa, 21 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Luka Bakar, Combustio

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


1. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Luka Bakar adalah keadaan sakit yang dapat membawa pemderitaan pada morbiditas yang sangat kompleks dan merupakan trauma yang paling berpotensi menyebabkan gangguan berat integritas penampakan dan psikologis apabila berpotensi menyebabkan gangguan berat integritas ( Teddy O.H SMF Bedah Plastik RSUD Dr. Soetomo)

2. Etiologi
a. Luka bakar termal
Agen pecendera dapat berupa api, air panas, ataukontak dengan objek panas, luka bakar api berhubungan dengan asap/cedera inhalasi (cedera terbakar, kontak dan kobaran api).
b. Luka bakar listrik.
Terjadi dari tife/voltase aliran yang menghasilkan proporsi panas untuk tahanan dan mengirimkan jalan sedikit tahanan (contoh saraf memberikan tahanan kecil dan tulang merupakan tahanan terbesar) Dasar cedera menjadi lebih berat dari cedera yang terlihat.
c. Luka bakar kimia.
Terjadi dari tife /kandungan agen pencedera, serta konsentrasi dan suhu agen.
d. Luka bakar radiasi.
Luka bakar bila terpapar pada bahan radioaktif dosis tinggi.
(Doenges E.M,2000) &(long,1996)

3. Patologi
Jejas sel mulai pada suhu 44oC makin tinggi suhu naik diatas angka ini makin cepat kerusakan terjadi, sedangkan kerusakan ini memerlukan beberapa menit bila suhu 44 oC dan akan memerlukan beberapa detik bila 1000oC atau lebih, jejas bahwa derajat dan luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu (penyebab) , besarnya agen pembakar dan lamanya pemaparan serta derah yang terkena : seperti pengaruh telapak tangan yang tebal karena lapisan tanduk pada pekerja tangan dan pakaian yang dipakai, perfusi pada jaringan yang kurang akan mendapat kerusakan yang lebih berat dari pada yang penuh dengan peredaran darah.
(Dudley,AF hugh,1992)

4. Fase Luka Bakar
a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.

b. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.

c. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

5. Klasifikasi Luka Bakar
a. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman jaringan Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial superfisial /sebagian lapisan permukaan kulit
(tingkat I) Epidermis, bagian dermis Jilatan api, uap air sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Bertambah merah. Nyeri, gatal, hiperestetik
Lebih dalam dari ketebalan partial/sebagian lapisan kulit lebih dalam
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam Epidermis dan dermis Kontak dengan bahan air atau bahan padat.yang panas
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri, hiperestetik
Ketebalan sepenuhnya/ seluruh lapisan kulit
Baik dermis bagian dalam
(tingkat III) Epidermis, dan dermis, jaringan subkutan Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan. Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.
Derajat Iv
Semua lapisan kulit Semua diatas ditambah dengan otot dan tulang Listrik hangus, hancur, edema, imobilisasi Hitam Sedikit nyeri

b. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) genetalia/perineum : 1%
Total : 100%



9 %
9 % 9 %

Depan 18 %
Punggung 18 %

1 %

18 % 18%



Gambar.1 aturan sembilan memperkirakan luasnya luka bakar
(Dudley A.F.Hugh,1992)
c. Berat ringannya luka bakar
American college of surgeon membagi dalam:
1) Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
2) Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
3) Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

6. Patofisiologi Luka Bakar


( Hudak & Gallo; 1997)
&
(Long, 1996)



7. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Peruba-
han Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama) Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari... Mekanisme Dampak dari...
Pergeseran cairan ekstra
seluler. Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang. Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.
Kadar sodium/
natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem. Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). Defisit sodium.
Kadar potas
sium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang. Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas. Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteine-
mia.
Keseim-
bangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan. Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas. Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseim-
bnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum. Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi. Stres karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil. Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison. Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic. CO menurun.

8. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
a. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
b. Luka bakar grade III.
c. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

9. Penatalaksanaan
Seperti menangani kasus emergency umum yaitu:
a. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
2) Sirkulasi:
a) gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.

b. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
c. Resusitasi cairan Baxter.
1) Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
2) Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
3) Kebutuhan faal:
< class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

d. Monitor urine dan CVP.
e. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
f. Obat – obatan:
- Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang <>
- Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
- Analgetik : kuat (morfin, petidine)
- Antasida : kalau perlu
.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian ( Doengoes, 2000 )
Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda : anak dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih rentan terkena infeksi.

Riwayat kesehatan sekarang
Sumber kecelakaan
Sumber panas atau penyebaba yang berbahaya
Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
Keadaan fisik disekitar luka bakar
Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
Beberapa keadaan lain yang memeperbaat luka bakar

Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang merubah kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis, gangguan pernafasan)

Pemeriksaan Fisik dan psikososial
a. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi:
Tanda ( dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

j. Pemeriksaan diagnostik:
LED: mengkaji hemokonsentrasi.
Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

Diagnosa Keperawatan ( Doengoes ; 2000)
1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia ; luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d. Kehilangan cairan melalui rute abnormal; status hypermetabolik
3. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4. Resiko infeksi b/d. Pertahanan primer tidak adequat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
5. Nyeri b/d. Kerusakan kulit/jaringan; bentukam edem; manifulasi jaringan cidera.
6. f. Resiko kerusakan perfusi jarinagn b/d luka bakar melingkari ekstremitas atau luka bakar listrik dalam.
7. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) b/d krisis situasi; kecacatan ;nyeri.
8. Kerusakan integritas kulit b/d destruksi lapisan kulit
RENCANA KEPERAWATAN DAN RASIONAL


Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .



Resiko kekurangan volume cairan b/d luka bakar luas.
Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.


Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.

Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.



Pantau drainase luka dan kejilangan yang tampak



Timbang berat badan setiap hari


Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi


Selidiki perubahan mental



Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.

Lakukan program kolaborasi meliputi :

Pasang / pertahankan kateter urine

Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
Berikan obat sesuai idikasi :
- Diuretiaka

- Kalium

- Antasida


Pantau:
- Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
- Warna urine.
- Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selam aperiode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
- Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
- Berat badan setiap hari.
- CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
- Status umum setiap 8 jam.

Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.

Beritahu dokter bila: haluaran urine <>

Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.


Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.



Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin.
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.

Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.

Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya

Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral

Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).

Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.

Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.

Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.



Inspeksi adekuat dari luka bakar.

Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.


Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.

Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).

Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.
Resiko kerusakan pertukaran gas b/d cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas. Pantau laopran GDA dan kadar karbon monoksida serum.


Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).

Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.

Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Mengidentifikasi kemajuan dna penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.


Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.


Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindunga kulit.
Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik. Pantau:
- Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
- Suhu setiap 4 jam.
- Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
-
Bersihakn area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.

Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.

Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.



Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.

Bial riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.

Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.


Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.



Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.


Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.

Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.




Melindungi terhadap tetanus.



Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
Nyeri b/d kerusakan kulit/jaringan, pembentukan oedema, manipulasi jaringan cedera.
Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks. Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.



Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.

Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.


Bnatu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.
Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.

Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.

Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko kerusakan perfusi jaringan b/d luka bakar melingkari ekstremitas atau luka bakar listrik dalam.

Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.



Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar. Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.

Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.


Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.


Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.

Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.




Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.


Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.

Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.

Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.


Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.

Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.

Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.

Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.

Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.

Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.

Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.

Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.


Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.

A. DAFTAR PUSTAKA
1. Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
2. Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid II Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Donna D. Ignatavicius (1991), Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach, WB. Sauders Company, Philadelphia.
4. Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
5. Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
6. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya (2001), Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna, Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
7. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
8. R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
9. Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Asuhan Keperawatan Abses

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES

A. Pengertian
Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan nanah pada Inguinal akibat infeksi bakteri setempat.
B. Penyebab / Faktor Predisposisi
Underwood, J.C.E (1999: 232) mengemukakan penyebab Abses antara lain:
1. Infeksi mikrobial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.
2. Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
3. Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).
4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.
5. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan, kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.
C. Gambaran Klinik
Smeltzer, S.C et al (2001: 496) mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri tekan. Sedangkan Lewis, S.M et al (2000: 1187) mengemukakan bahwa manifestasi klinis pada Abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi pada Abses (Lewis, S.M et al, 2000: 589). Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi kemerahan, bengkak, terlihat jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah jelas pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bau menusuk, menggigil atau demam (lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer, S.C et al, 2001: 497).
D. Anatomi / Patologi
Rassner et al (1995: 257) mengemukakan bahwa subkutis (hipoderm, panikulus adiposus) merupakan kompartemen ketiga dari organ kulit disamping epidermis dan dermis. Subkutis yang letaknya diantara dermis (korium) dan fasia tubuh, membungkus dengan lapisannya yang relatif tebal.

Rassner et al (1995: 257) menjelaskan bahwa subkutis terdiri atas sel lemak, jaringan ikat dan pembuluh darah sel lemak (liposit) di organisir menjadi lemak (mikrolobuli, lobuli, pembuluh darah) dan ini semua diringkas dalam septa jaringan ikat. Septa jaringan ikat (septa fibrosa) mengukuhkan subkutis baik dalam fasia tubuh maupun dalam korium dan bertindak sebagai jalan untuk pembuluh darah dan saraf kulit ke dalam subkutis masuk folikel, rambut dan kelenjar keringat sebagai adneksa kutis. Selain itu dalam subkutis terdapat vena-vena besar (misalnya vena saphena) dan saluran limfe disertai dengan kelenjar getah bening regional superfisialis. Fungsi subkutis antara lain sebagai termoisolasi, depo energi (penimbunan lemak), fungsi pelindung dari faktor mekanik (lapisan pelindung dan lapisan penggeser antara korium dan fasia tubuh).
Nadesul, H (1997: 2-3) mengemukakan bahwa didalam kulit juga terdapat pembuluh darah dan kelenjar getah bening. Pembuluh darah untuk memberi makan kulit. Melalui aliran darah, zat makanan dan zat asam disalurkan kelenjar getah bening membuat zat anti. Maksudnya untuk melindungi tubuh dari serangan bibit penyakit, kulit yang memiliki kelenjar-kelenjar lemak dan kelenjar peluh. Keduanya untuk membasahi kulit agar lembab. Bahan pelembab ini sekaligus sebagai pelindung kulit terhadap bibir penyakit kulit. Sedangkan kelenjar peluh sebagai pengalir peluh juga berfungsi mengeluarkan panas tubuh yang berlebihan.






Rassner et al (1995; 256) mengemukakan bahwa pada penyakit akuisita terdapat perubahan-perubahan berikut:
1. Perubahan yang bersifat reaktif: hipertrofi /hiperplasi lokal/umum atau atropi.
2. Kerusakan: atrofi, distrofi, jaringan lemak (atrofi dan hiperItrofi), nekrosis jaringan lemak (akut) atau nekrobiosis (perlahan-lahan). Pembentukan lipogranuloma (makrofag/ lipofag atau pembentukan serabut), fibrosis jaringan lemak maupun jaringan parut (stadium terminal)
3. Peradangan: secara global mereka disebut sebagai panikulitis, suatu panikulitis terutama dapat mengenai lobus (panikulitis lobular) atau didalam septa jaringan ikat (panikulitis septal)
Proses penyakit dapat menyerang jaringan ikat subkutan atau pembuluh darah subkutan dan menyebabkan perubahan sekunder jaringan lemak (Rassner et al, 1995: 256).


E. Proses Penyembuhan Luka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000 : 397) mengemukakan proses penyembuhan luka sebagai berikut:
1. Fase Inflamasi atau lag fase. Berlangsung sampai hari kelima. Akibat luka terjadi perdarahan. Ikut keluar trombosit dan sel sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.
Terjadi vasokontriksi dan proses penghentian perdarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema.
Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan pertautan luka sehingga disebut fase tertinggal (lag fase)
2. Fase proliferasi atau fibroplasi. Berlangsung dari hari keenam sampai dengan 3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblas yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolagen, yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru ; membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.
3. Fase Remodelling atau fase resorpsi. Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal.
F. Patofisiologi
Sjamsuhidajat et al (1998: 5) mengemukakan bahwa kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Underwood, J.C.E (1999: 232) menjelaskan bahwa bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis, kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan agen fisik dan bahan kimiawi yang iritan dan korosif akan menyebabkan kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan stimulus yang kuat untuk terjadi infeksi.
Price, S.A et al (1995: 36) mengemukakan bahwa infeksi hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan merupakan tanda pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan akibat dilatasi arteriol yang mensuplai daerah tersebut akan meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan suhu bersifat lokal. Namun Underwood, J.C.E (1999: 246) mengemukakan bahwa peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada temperatur lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi (Guyton, A.C, 1995: 647-648).
Underwood, J.C.E (1999: 234-235) mengemukakan bahwa pada peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke seluruh kapiler, kemudian aliran darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai mengalir mendekati dinding pembuluh darah di daerah zona plasmatik. Keadaan ini memungkinkan leukosit menempel pada epitel, sebagai langkah awal terjadinya emigrasi leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya aliran darah yang menikuti fase hiperemia menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskuler, mengakibatkan keluarnya plasma untuk masuk ke dalam jaringan, sedangkan sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga Abses menyebabkan rasa sakit. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang dan merusakkan ujung saraf nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan menyebabkan berkurangnya gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas.
Sjamsuhidajat et al (1998: 6-7) menjelaskan bahwa inflamasi terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas maka debris akan di fagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk Abses atau bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan (FKUI, 1989: 21) sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang di insisi dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi (Brown, J.S, 1995: 94).

Photobucket