Selasa, 03 Januari 2012

Imunisasi

IMUNISASI


DEFINISI
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.

Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.
Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.

Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul.
Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.


Imunisasi BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC).
BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.

Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.

Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).

Reaksi yang mungkin terjadi:
1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.
2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
• Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
• Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.


Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang

Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1ÿÿÿÿÿÿÿÿcf1ÿsrsid4ÿÿ9239ÿÿÿÿÿÿÿÿisÿÿdiÿÿriÿÿn kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun.
Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.

Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.

DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.

Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:
- demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)
- kejang
- kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
- syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).

Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat.
Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.

1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan.
Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen).
Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.


Imunisasi DT

Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.

Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL.

Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.


Imunisasi TT

Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.

Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan.
Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL.

Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.



Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.

Terdapat 2 macam vaksin polio:
• IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
• OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.
Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
- Diare berat
- Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
- Kehamilan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.

Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertingiu.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan.
Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.

Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.

IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare.
Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.


Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).
Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.

Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
- infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38°Celsius
- gangguan sistem kekebalan
- pemakaian obat imunosupresan
- alergi terhadap protein telur
- hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
- wanita hamil.

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).


Imunisasi MMR

Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.

Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli).
Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR.

Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman.
Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan.

Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP).

Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak.

Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan.
Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.

Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:
• Komponen campak
1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR.
Demam 39,5° Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari.
Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
• Komponen gondongan
Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR.
• Komponen campak Jerman
Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR.
Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang-timbul).
Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini.
Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada orang dewasa.
Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi.

Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius.

Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih.
Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
- anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
- anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
- anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan.
- wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.



Imunisasi Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak.

Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan.


Imunisasi Varisella

Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air.
Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas.

Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella.
Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin.
Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.

Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular.
Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal.
Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.

Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup.

Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa:
- demam
- nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
- ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah:
- kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan
- pneumonia
- reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi.
- ensefalitis
- penurunan koordinasi otot.

Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada:
- Wanita hamil atau wanita menyusui
- Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
- Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
- Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
- Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid
- Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya
- Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin.


Imunisasi HBV

Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.

Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan.
Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. 
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.

Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).

Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih.
Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.


Imunisasi Pneumokokus Konjugata

Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).

Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin.
Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.

Mendeteksi Anak Gagap

MENDETEKSI ANAK GAGAP


SAYA ibu dari dua anak, putra 8 tahun kelas 3 SD dan putri 4 tahun masih playgroup. Yang membuat saya sedih adalah kesulitan bicara yang dialami kedua anak saya. Dulu saya berpikir ini masa transisi atau hal yang biasa terjadi, namun sampai kini hal tersebut tidak mengalami perubahan terutama sehabis saya tegur atau marahi, apakah anak-anak saya ini terlalu sensitif? Bahkan yang bungsu terkadang sampai melompat-lompat dan menghentak-hentakkan kakinya untuk dapat melanjutkan kalimatnya.
Saya sering menangis karenanya, dan bila itu terjadi hanya mampu memeluk dan menenangkannya sambil mengajaknya berpikir dulu sebelum berkata-kata.
Saya kasihan bila hal ini terjadi saat mereka berbicara dengan teman-temannya, karena pasti diledek dan ditertawakan. Akhirnya mereka sering enggan bergaul maupun ngobrol dengan teman atau gurunya karena merasa malu dan minder.
Apakah ini suatu penyakit keturunan atau bawaan? Bagaimana dan di mana saya bisa mengobatinya?
Susy, Badung
Saya bisa memahami perasaan dan kecemasan yang Ibu rasakan. Bisa dikatakan hanya karena kurang lancarnya berbahasa, perkembangan sosialisasi dan kemungkinan kepercayaan diri anak menjadi terhambat karenanya. Gagap atau stuttering atau dalam bahasa Bali sering disebut keta merupakan salah satu bentuk kelainan bicara yang ditandai dengan tersendat atau terpatah-patahnya pengucapan kata-kata. Wujudnya secara umum, tiba-tiba anak kehilangan ide untuk mengucapkan apa yang ingin dia ungkapkan, sehingga suara yang keluar terpatah-patah dan diulang-ulang seperti "Ba ba ba pak", sampai tidak mampu mengeluarkan bunyi suara sedikit pun untuk beberapa lama, seperti yang ditunjukkan si bungsu sehingga sampai harus menghentak-hentakkan kaki atau melompat-lompat untuk meneruskan kalimat. Reaksi atau gangguan ini dikarenakan atau bersamaan dengan kekejangan otot leher dan diafragma yang disebabkan oleh tidak sempurnanya koordinasi otot-otot bicara. Bila ketegangan sudah berlalu, akan meluncur serentetan kata-kata sampai ada kekejangan otot lagi. Jadi gejala yang ditunjukkan putra dan putri Ibu memang merupakan gejala "gagap".
Gagap juga dapat tampil dalam bentuk kegagalan mengucapkan bunyi huruf tertentu, kesulitan mengucapkan secara tepat huruf-huruf yang bunyinya mirip seperti "b" dengan "p", atau "d" dengan "t", maupun pengulangan satu atau beberapa suku kata yang kita kenal dengan "latah". Ataupun orang tiba-tiba berbicara keras atau sering terdiam sejenak saat berbicara.
Para ahli sendiri menyepakati untuk membedakan gagap (stuttering) menjadi tiga kelompok.
Gagap Perkembangan
Ini biasa terjadi pada anak-anak usia 2 - 4 tahun, seperti putri Ibu yang berusia 4 tahun dan remaja yang sedang memasuki masa pubertas. Kondisi gagap pada periode usia 2 - 4 tahun merupakan keadaan yang masih wajar terjadi sebagai bagian dari proses perkembangan bicara anak. Gagap biasanya muncul karena kontrol emosinya yang masih rendah dan antusiasme anak untuk mengemukakan ide-ide serta kekayaan imajinasinya belum dibarengi dengan kematangan alat bicaranya. Ini akan diperparah apabila ada figur contoh berbicara di sekitarnya yang juga gagap, karena pada masa ini anak masih sangat suka meniru sehingga pada akhirnya gagap bisa menjadi suatu kebiasaan. Dulu ada iklan dengan model seorang anak yang bicaranya tergagap-gagap dan ternyata berdampak buruk pada anak-anak yang menontonnya, namun untunglah sudah ditarik. Sementara pada anak remaja biasanya disebabkan karena rasa kurang percaya diri dan kecemasan akibat perubahan fisik, mental dan sosial yang sedang dialaminya.
Gagap Sementara
Anak-anak usia 6 - 8 tahun sering mengalami gagap sementara ini dan biasanya hanya berlangsung sebentar. Umumnya disebabkan oleh faktor psikologis, seperti stres, ketegangan maupun perasaan tidak nyaman/aman misalnya anak mulai memasuki lingkungan baru yang lebih luas seperti lingkungan sekolah dan pergaulan, sehingga anak memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri baik secara mental maupun sosial. Anak yang baru memiliki adik, kehilangan orang atau benda yang disayangi, perceraian orangtua, dsb.
Gagap Menetap
Gagap ini dapat terjadi pada anak usia 3 - 8 tahun dan sering ada yang sampai dewasa. Biasanya lebih banyak disebabkan oleh faktor kelainan fisiologis alat bicara dan akan terus berlangsung, kecuali dibantu dengan terapi wicara (speech therapy). Pada orang dewasa biasanya diderita oleh individu yang kurang memiliki kepercayaan diri dan daya tahan terhadap stres/masalahnya rendah, sehingga sering diserang kepanikan yang akhirnya memunculkan gagapnya.
Faktor Penyebab
Berbagai jenis gagap tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor fisiologis, anak mengalami gagap kemungkinan karena ada kesamaan genetik dengan orangtuanya yang juga gagap (faktor keturunan), belum matangnya alat-alat bicara anak, ada gangguan pada alat pendengaran/alat bicaranya, adanya gangguan pada saraf di otak yang berkaitan dengan alat bicara maupun gangguan waktu bereaksi dari otot-otot bicara baik di rahang, bibir atau leher (timing disorder).
Faktor psikologis, reaksi terhadap stres, banyak anak maupun remaja dan dewasa yang mengalami gagap sebagai reaksi terhadap stres atau tekanan mental yang dirasakannya. Misalnya kondisi menegangkan ketika diminta berbicara di muka umum, kondisi-kondisi sosial yang menegangkan pada remaja yang belum percaya diri, kondisi rumah dan lingkungan yang membuat anak tertekan, tegang dan takut dapat pula menghambat anak berbicara secara benar. Misalnya hubungan dalam keluarga yang kurang harmonis yang ditandai dengan pertengkaran-pertengkaran. Juga stres akibat perceraian orangtua, pindah rumah, pindah sekolah maupun perasaan-perasaan tegang lainnya seperti anak yang masih mengompol, sangat pemalu dan penakut, suka mengisap jempol atau kidal yang dipaksa keras untuk mengubah kebiasaannya.
Target orangtua/lingkungan yang terlalu tinggi. Harapan orangtua yang terlalu tinggi dan kurang realistis terhadap perkembangan bicara anak dengan menuntut anak berbicara selancar orang dewasa. Sehingga anak yang baru berumur 2 tahun digembleng agar bisa mengucapkan sekian banyak kata dan kalimat dengan fasih. Dampaknya anak justru merasa cemas dan tertekan. Untuk anak yang sudah sekolah dan remaja, target orangtua yang terlalu tinggi terhadap prestasi sekolah yang harus dicapai anak, sementara kemampuan yang dimiliki anak tidak memadai sering pula menjadi faktor pencetus gagap ini.
Ekspresi dari konflik atau ketegangan. Emosi yang ditekan, kecemasan akibat perubahan fisik, sosial maupun psikologis pada remaja yang sedang mengalami pubertas (akil baliq) dan rasa percaya dirinya sedang berkembang, pada orang dewasa perasaan tidak mampu, mudah panik, konflik yang tidak terselesaikan sehingga mengakibatkan kecemasan di bawah sadar individu maupun ketegangan yang sedang dialaminya sering berperan bagi munculnya kondisi gagap ini.
Terapi
Untuk melihat kecenderungan gagap yang ditunjukkan putri dan putri Ibu, apakah kemungkinan disebabkan oleh karena faktor perkembangan, fisologis maupun psikologis, sebaiknya langkah-langkah berikut ini dicoba  untuk diterapkan di rumah secara intensif dan penuh kesabaran.
Ketika anak menunjukkan gagapnya, segera peluk dia atau tepuk-tepuk pelan punggungnya dan tenangkan serta motivasi untuk bercerita dengan berbicara secara pelan-pelan. Misalnya, "Bagaimana Geg, sini sayang, mau bercerita apa sama Ibu, coba pelan-pelan bicaranya". Tentu saja tanpa ekspresi dan sikap yang menunjukkan bahwa kita jengkel dan terganggu dengan gagapnya. Sikap ini harus didukung dan ditunjukkan oleh seluruh keluarga, jangan sampai ketika gagap muncul di depan nenek atau keluarga lainnya malah ditertawakan. Ketenangan dan sekali-sekali bersikap mengacuhkan gagapnya juga perlu dilakukan, namun jangan pernah mempermalukan anak di depan teman-temannya atau membicarakan kelemahannya di depan orang lain. Untuk teman-teman dekatnya, cobalah untuk mendekati dan memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana agar tidak menertawakan anak ketika muncul gagapnya.
Membacakan sajak atau puisi pendek atau syair lagu yang disukainya kemudian minta anak menirukannya dengan pelan-pelan dan berirama merupakan cara sederhana lainnya untuk melatih anak mengontrol bicara sambil melatih pernapasan perutnya. Ingatkan anak untuk berbicara pelan dan memperlambat tempo bicaranya. Latihan pengontrolan emosi dapat dilakukan agar anak lebih relaks serta bertujuan menurunkan ketegangan yang dialaminya. Ajarkan teknik berdialog dengan diri sendiri (self talk) seperti "Tenang tenang tenang... sambil menarik napas" atau "Kamu pasti bisa kog Tu... pasti bisa pasti bisa", ucapkan dengan berbisik ataupun dalam hati.
Mendorong mengikuti kegiatan yang positif dan diminatinya, apalagi sampai mampu mencapai suatu prestasi akan meningkatkan kepercayaan diri dan meningkatkan ketahanan terhadap stres, juga merupakan kunci penyembuhan gagap pada orang dewasa maupun anak-anak.
Berikan reward berupa pujian atau pelukan hangat kalau anak menunjukkan kemampuan bicaranya dengan baik. Beri bintang untuk memotivasi anak bila mampu berusaha keras untuk berbicara dengan relaks, ini bisa dikumpulkan dan ditukar dengan hadiah yang disukainya. Membentak, memarahi habis-habisan, mengejeknya atau menjadikannya bahan olok-olokan untuk mempermalukannya di depan orang lain dengan maksud agar anak menghentikan kebiasaan gagapnya, ternyata bukan cara yang tepat, namun justru dapat memperparah kondisi anak.
Ciptakan Suasana yang Kondusif
Ciptakan suasana yang aman, nyaman, tenang dan menyenangkan di rumah, hindari teriakan kemarahan atau bentakan, tingkatkan komunikasi sehingga anak terbiasa mengekspresikan keinginan, kebutuhan dan membicarakan pengalaman yang dilaluinya hari itu, tambah lagi perhatian serta kasih sayang. Mereka biasanya memang sangat sensitif dan mudah tertekan dalam siituasi yang menegangkan dan tidak nyaman, sehingga gagap akan muncul secara lebih tidak terkontrol.
Jangan terlalu menunjukkan kecemasan ketika anak menunjukkan gagapnya, ketenangan dan kesabaran kita adalah kuncinya. Perhatikan dengan seksama perkembangannya, dengan latihan intensif dan sikap yang tenang serta konsisten, biasanya kalau tidak ada gangguan fisiologis yang berat paling lama 6 bulan sampai 1 tahun gejala ini akan menghilang dengan sendirinya. Namun, untuk lebih meyakinkan dan mendeteksi secara lebih dini kondisi putra-putri Ibu.

Nutrisi Pada Anak

NUTRISI PADA ANAK

Nutritional Care
Upaya pemenuhan terbaik kebutuhan zat gizi.

Menilai Status Gizi:
1. Klinik
2. Antropometri: - reliable
- reproducible
3. Laboratorium
4. Dietetik
Ad.2. STATUS NUTRISI
Dilihat dari:
Berat badan
Lingkar lengan atas
Anamnesa

Pelayanan Keperawatan Paripurna Diagnosa
1. Asuhan Medik (Medical Care)
2. Asuhan Keperawatan (Nursing Care)
3. Asuhan Nutrisi (Nutritional Care)
% Asupan Makanan
Kebutuhan terpenuhi 50 % kenyataan
Kebutuhan terbuang 50 %

Asuhan Nutrisi ≠ Pelayanan Gizi
Upaya pemberian gizi untuk memenuhi kebutuhan diagnosa secara optimal
Terkait tenaga profesional
Kebutuhan Zat Gizi
1. Kebutuhan penggantian (Replacement)
2. Kebutuhan rumat (Maintenance/harian)
3. Kebutuhan tambahan

Berorientasi kebutuhan pasien

TIM GIZI

DOKTER
3j 1c
KIE
PASEIN


Ahli gizi  Makanan siap makan Parameter
3 j
1 c
Upaya peningkatan pelayanan
Gizi Klinik
Peningkatan kewaspadaan:
1. Pola pikir
2. Pola sikap bidang masing-masing
3. Pola tindak
Kebutuhan Nutrisi
1. Faktor usia
2. Status nutrisi
3. Keadaan penyakit

Kebutuhan Kalor
0 – 3 th : 100 Kal/Kg/H
4 – 6 th : 90 Kal/Kg/H
5 – 8 th : 80 Kal/Kg/H
9 – 11 th : 70 Kal/Kg/H
Lebih kecil usia timbul hipoglikemi semakin besar.
Makanan
0 – 4 bln : ASI
4 – 5 bln : ASI, 1X bubur susu, 1X buah
6 – 7 bln : ASI, 1X bubur susu, 1X bubur tim saring, 1X buah
8 – 9 bln : ASI, 1X bubur susu, 2X bubur tim saring, 1X buah
10-12 bln : ASI, 1X bubur susu, 2X bubur tim saring, 1X buah
> 1 th : ~ keluarga

 SUSU + PASI  sebagai utama
 Bubur, buah  makanan tambahan
Pemberian bubur tim pada waktu 6 bulan untuk mendapatkan tambahan sumber besi  diambil dari hati.

STATUS NUTRISI
Dilihat dari:
Berat badan
Lingkar lengan atas
Anamnesa

Makanan Bayi
0 – 4 bln : ASI
4 – 5 bln : ASI, 1X bubur susu, 1X buah
6 – 7 bln : ASI, 1X bubur susu, 1X bubur tim saring, 1X buah
8 – 9 bln : ASI, 1X bubur susu, 2X bubur tim saring, 1X buah
10-12 bln : ASI, 1X bubur susu, 2X bubur tim saring, 1X buah
> 1 th : ~ keluarga

Asuhan Keperawatan Luka Bakar, Combustio 45%

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


1. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Luka Bakar adalah keadaan sakit yang dapat membawa pemderitaan pada morbiditas yang sangat kompleks dan merupakan trauma yang paling berpotensi menyebabkan gangguan berat integritas penampakan dan psikologis apabila berpotensi menyebabkan gangguan berat integritas ( Teddy O.H SMF Bedah Plastik RSUD Dr. Soetomo)

2. Etiologi
a. Luka bakar termal
Agen pecendera dapat berupa api, air panas, ataukontak dengan objek panas, luka bakar api berhubungan dengan asap/cedera inhalasi (cedera terbakar, kontak dan kobaran api).
b. Luka bakar listrik.
Terjadi dari tife/voltase aliran yang menghasilkan proporsi panas untuk tahanan dan mengirimkan jalan sedikit tahanan (contoh saraf memberikan tahanan kecil dan tulang merupakan tahanan terbesar) Dasar cedera menjadi lebih berat dari cedera yang terlihat.
c. Luka bakar kimia.
Terjadi dari tife /kandungan agen pencedera, serta konsentrasi dan suhu agen.
d. Luka bakar radiasi.
Luka bakar bila terpapar pada bahan radioaktif dosis tinggi.
(Doenges E.M,2000) &(long,1996)

3. Patologi
Jejas sel mulai pada suhu 44oC makin tinggi suhu naik diatas angka ini makin cepat kerusakan terjadi, sedangkan kerusakan ini memerlukan beberapa menit bila suhu 44 oC dan akan memerlukan beberapa detik bila 1000oC atau lebih, jejas bahwa derajat dan luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu (penyebab) , besarnya agen pembakar dan lamanya pemaparan serta derah yang terkena : seperti pengaruh telapak tangan yang tebal karena lapisan tanduk pada pekerja tangan dan pakaian yang dipakai, perfusi pada jaringan yang kurang akan mendapat kerusakan yang lebih berat dari pada yang penuh dengan peredaran darah.
(Dudley,AF hugh,1992)

4. Fase Luka Bakar
a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.

b. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.

c. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

5. Klasifikasi Luka Bakar
a. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman jaringan Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial superfisial /sebagian lapisan permukaan kulit
(tingkat I) Epidermis, bagian dermis Jilatan api, uap air sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Bertambah merah. Nyeri, gatal, hiperestetik
Lebih dalam dari ketebalan partial/sebagian lapisan kulit lebih dalam
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam Epidermis dan dermis Kontak dengan bahan air atau bahan padat.yang panas
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri, hiperestetik
Ketebalan sepenuhnya/ seluruh lapisan kulit
Baik dermis bagian dalam
(tingkat III) Epidermis, dan dermis, jaringan subkutan Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan. Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.
Derajat Iv
Semua lapisan kulit Semua diatas ditambah dengan otot dan tulang Listrik hangus, hancur, edema, imobilisasi Hitam Sedikit nyeri

b. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) genetalia/perineum : 1%
Total : 100%



9 %
9 % 9 %

Depan 18 %
Punggung 18 %

1 %

18 % 18%



Gambar.1 aturan sembilan memperkirakan luasnya luka bakar
(Dudley A.F.Hugh,1992)
c. Berat ringannya luka bakar
American college of surgeon membagi dalam:
1) Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
2) Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
3) Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

6. Patofisiologi Luka Bakar



( Hudak & Gallo; 1997)
&
(Long, 1996)


7. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Peruba-
han Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama) Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari... Mekanisme Dampak dari...
Pergeseran cairan ekstra
seluler. Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang. Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.
Photobucket