Selasa, 03 Januari 2012

Gagap

GAGAP

GloriaNet - ANAK saya (L, 8 tahun, kelas III sekolah dasar/SD) gagap, dia kurang lancar mengucapkan kata yang diawali dengan huruf s dan d. Contohnya, dia mengucapkan kata saya menjadi sssssaya, dalam menjadi ddddddalam.

Biasanya setelah berhasil mengucapkan kata saya, ia terlihat lega seperti lepas dari beban. Sebenarnya, baru sekitar dua tahun yang lalu dia menjadi anak yang gagap. Awalnya ia mengikuti salah satu temannya yang gagap, tetapi saat ini ia sendiri tidak dapat mengendalikan gagapnya. Sudah saya tegur, saya marahi dengan keras, dan bahkan sesekali saya cubit pantatnya kalau ia bicara gagap, tetapi sampai saat ini gagapnya belum  juga hilang. Dua hari yang lalu saya dipanggil guru kelasnya. Menurut gurunya, kalau L diminta membaca bahasa Indonesia, maka gagapnya tampak semakin berat, apalagi bila teman-teman sekelasnya menertawakan dan main-main menirukan gagapnya. Biasanya ibu guru akan menegur kelas agar teman-temannya mendengarkan L yang sedang membaca, dengan baik, baru gagapnya agak reda, walaupun tidak hilang sama sekali. Demikian K (30 tahun), ibu dengan dua anak, L sebagai anak sulung, laki-laki, dan adiknya J, perempuan kelas 2 SD di sekolah yang sama.

Penyebab
Gagap ditandai oleh pengulangan spasmodik atau terjadi pemblokan dalam suara pada saat berbicara.
Kondisi gagap bervariasi dalam dimensi taraf yang ringan sampai berat. Anak kesulitan dalam mengucapkan kata-kata tertentu atau bahkan sama sekali tidak mampu untuk mengucapkan suara huruf awal (b, d, s, t) dari  kata-kata tertentu. Huruf b, d, s, t adalah huruf yang membutuhkan tenaga pada saat mengucapkannya dan justru kata-kata yang diawali dengan huruf itulah yang sering mengalami gangguan pengucapan pada penderita  gagap.

Penderita gagap umumnya juga sering diikuti gerakan berulang bagian tubuh yang tidak mampu dia kendalikan, seperti tics pada wajah atau gerak-gerak kecil pada bagian punggung yang berulang tanpa terkendali. Kecuali itu, pada penderita gagap yang berat, gagap sering diikuti napas relatif lebih cepat, wajah bergerak-gerak, dan bahkan gerakan-gerakan hampir seluruh tubuh yang berulang. Sebenarnya gerakan tubuh yang berulang dan tidak terkendali itu merupakan representasi perjuangan internal yang berat untuk dapat berbicara lancar.

Kesulitan penderita gagap bervariasi dari satu situasi ke situasi lain. Misalnya, seseorang penderita gagap dapat bicara normal dan lancar bila ia sedang sendiri, berbisik, atau menyanyi, serta bila ia berada dalam lingkungan di mana yang hadir lebih muda daripada dirinya, atau di antara orang-orang yang ia pikir lebih rendah posisinya daripada dirinya.

Serangan gagap yang berat pun akan terjadi bila ia harus berbicara di hadapan orang-orang yang ia pikir memiliki kelebihan daripada dirinya. Frekuensi serangan gagap akan menjadi lebih sering bila ia merasa malu, rendah diri, atau terlampau menyadari kondisi dirinya.

Banyak pakar berpendapat bahwa gagap adalah penyakit keturunan, artinya para penderita sudah membawa disposisi kondisi saraf yang membuat mereka rentan terhadap perkembangan kesulitan bicara. Predisposisi ini  ditentukan oleh faktor keturunan. Jadi, bila kedua orangtua sehat dan normal dalam bicara, tetapi ada salah seorang paman atau kakek yang gagap, anak membawa predisposisi untuk rentan terhadap serangan gagap dalam berbicara. Ketegangan emosi yang dihayati seseorang pada saat ia berada di sebuah lingkungan pergaulan yang masih dirasakan asing membuat serangan gagap makin berkembang.

Beberapa pakar dalam ilmu saraf berpendapat, terdapat gangguan saraf yang menyebabkan gangguan koordinasi dari fungsi motorik untuk bicara. Gangguan saraf ini bisa disebabkan oleh luka otak sebagai hasil kesulitan saat dilahirkan. Atau banyak anak-anak yang kemudian menjadi gagap setelah menderita infeksi yang serius. Pada saat tersebut, terjadi proses penurunan kekuatan fungsi saraf secara menyeluruh, dan anak yang membawa predisposisi gagap. Dalam kondisi yang melemah tersebut akan terpicu perkembangan gagapnya.

Gagap pun dapat berkembang bila anak-anak yang kidal dipaksa untuk menggunakan tangan kanan dalam melakukan aktivitas tertentu, seperti menulis atau makan. Pemaksaan tersebut akan berpengaruh terhadap konflik emosional dan anak menjadi tertekan. Efek emosi yang tertekan pada anak tertentu akan tertuju pada gangguan bicara.

Paduan antara faktor neurologis dan psikologis berperan penting dalam perkembangan gagap, namun pada umumnya gagap adalah representasi kondisi ketidakmatangan emosi seseorang. Jadi, gagap bukan gangguan dalam organ bicara, namun efek suatu kondisi dari kelambanan perkembangan emosional seseorang. Ketidakseimbangan emosi tersebut terefleksikan pada gangguan berbicara. Sebenarnya siapa pun yang berada dalam kondisi tertekan dan tidak seimbang secara emosional sesekali akan terserang gagap. Namun, pada orang gagap, serangan gagapnya terjadi hampir sepanjang waktu, terutama saat awal terlibat dalam interaksi verbal.

Solusi
Anak-anak penderita gagap hendaknya dihindarkan dari situasi lingkungan yang menekan.
Contohnya, tidak memaksa anak menggunakan tangan kanannya kalau memang anak tersebut kidal. Kecuali itu, terapi seyogianya menyertakan ibu agar teknik terapi dapat dilanjutkan ibu dalam kehidupan sehari-hari.

Khusus untuk L, sebaiknya dia diyakinkan bahwa sebenarnya dia bukan penderita gagap. Tetapi karena main gagap-gagapan dan kemudian ditertawakan teman maka gagapnya jadi berkelanjutan karena selanjutnya ia jadi malu dan tidak percaya diri saat berbicara di depan orang. Memberikan hukuman fisik saat anak gagap harus dihentikan karena hukuman fisik justru meningkatkan ketegangan emosi anak. Ibu justru diharapkan membuat anak tidak ketakutan bila terserang gagap, namun mendukung dengan kelembutan emosional agar anak merasa tenang saat mulai berbicara.

Bagi penderita gagap dewasa, perawatan lebih dipusatkan pada proses penguatan fungsi kepribadian secara menyeluruh dan pemantapan rasa aman secara emosional. Kecuali itu diberi pelatihan berbicara dan mengucapkan kata-kata yang diawali huruf s, b, d, t dengan benar untuk menghilangkan kebiasaan bicara yang buruk. Hal ini disertai dengan membiasakan menggunakan pola bicara yang baik.

Perawatan untuk penderita gagap dewasa memang membutuhkan waktu relatif lama, dan diterapkan setelah sebelumnya dilakukan psikoterapi guna menghilangkan situasi emosional yang memicu ketegangan emosional yang saat ini mengganggu kemampuan dalam interaksi verbal. Sebenarnya tujuan utama dalam perawatan penderita gagap dewasa adalah memperkuat struktur dan fungsi ego penderita karena setelah penderita merasa yakin dan percaya diri, kondisi gagapnya akan hilang sendirinya. (GCM/ac)

Photobucket